UMKMJATIM.COM – Pantai Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, menjadi salah satu pusat aktivitas nelayan di Kabupaten Malang. Di kawasan ini, kapal slerek menjadi alat utama nelayan untuk melaut. Pembuatan kapal-kapal ini memakan biaya yang tidak sedikit, mulai dari Rp 600 juta hingga Rp 900 juta, tergantung pada bahan yang digunakan.
Imam Harianto, seorang teknisi kapal di galangan kapal Pantai Sendangbiru, memaparkan rincian biaya tersebut.
“Biaya produksinya bervariasi, tergantung bahan yang digunakan. Untuk kapal yang menggunakan kayu Jawa seperti jati itu harganya Rp 600 juta,” jelas Imam.
Namun, untuk bahan kayu ulin atau kayu besi, biayanya bisa mencapai Rp 900 juta. Menurut Imam, kayu ulin memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan kayu jati.
“Kalau yang menggunakan kayu ulin atau kayu besi itu bisa Rp 900 juta. Sebab, kayu ulin lebih kuat dan tahan lama dibanding kayu jati,” tambah pria 38 tahun itu.
Kayu ulin juga dikenal tahan air dan jamur, sehingga cocok digunakan dalam lingkungan berair seperti laut. Bahkan, kayu ini diyakini mampu bertahan hingga ribuan tahun dengan perawatan yang baik.
Proses Produksi yang Memakan Waktu
Selain biaya, waktu produksi kapal juga menjadi tantangan tersendiri. Imam menjelaskan bahwa durasi pengerjaan tergantung pada ukuran kapal. Misalnya, kapal dengan kapasitas 30 Gross Ton (GT) membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk diselesaikan.
“Kapal ini sudah 90 persen selesai. Ukurannya sekitar 16 meter panjang, tinggi 2 meter, dan lebar 4 meter,” papar Imam.
Kapal dengan kapasitas tersebut mampu menampung sekitar 30 ton ikan dalam sekali perjalanan. Biasanya, kapal ini berlayar selama satu hari satu malam dan dioperasikan oleh belasan orang selama proses pengerjaan.
Ikan Hasil Tangkap Kapal Slerek
Menurut Imam, kapal slerek umumnya digunakan untuk menangkap ikan-ikan kecil seperti cakalang, pindang, dan salem.
“Kapal ini bisa menampung ikan sekitar 30 ton dengan waktu berlayar satu hari satu malam,” katanya.
Namun, kapal slerek tidak difungsikan untuk menangkap ikan besar seperti tuna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan alat tangkap berupa jaring yang digunakan. Berbeda dengan kapal sekoci, yang selain menggunakan jaring, juga dilengkapi alat pancing untuk menangkap ikan-ikan besar.
Imam juga menambahkan bahwa waktu berlayar kapal sekoci lebih lama dibandingkan kapal slerek.
“Waktu berlayarnya pun lebih lama, yakni bisa sampai dua pekan,” jelasnya.
Kapal slerek menjadi saksi penting kehidupan nelayan di Pantai Selatan Kabupaten Malang, baik sebagai alat utama penangkap ikan maupun sebagai simbol keberlanjutan tradisi dan kehidupan maritim di wilayah ini.