UMKMJATIM.COM – Delapan hari sebelum Lebaran, suasana di Pasar Dolopo, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, tampak lengang tanpa banyak aktivitas jual beli.
Pada Sabtu, 22 Maret 2025, kondisi pasar yang sepi ini terlihat di berbagai lapak, mulai dari stand pakaian, jajanan, hingga toko kelontong.
Salah satu pedagang pakaian di pasar tersebut, Slamet, mengungkapkan bahwa berkurangnya jumlah pembeli bukan hanya terjadi menjelang Lebaran, tetapi juga di hari-hari biasa.
Menurutnya, salah satu faktor utama yang menyebabkan sepinya pasar adalah meningkatnya tren belanja online yang semakin diminati masyarakat.
Slamet menjelaskan bahwa banyak pelanggan yang kini lebih memilih berbelanja melalui marketplace atau toko online dibandingkan datang langsung ke pasar tradisional.
Menurutnya, kemudahan dalam memilih barang serta layanan pengantaran menjadi alasan utama mengapa masyarakat beralih ke belanja daring.
Meskipun demikian, ia menilai bahwa berbelanja langsung di pasar memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat ditemukan dalam transaksi online.
Salah satunya adalah kesempatan untuk melihat dan mengecek kualitas barang secara langsung serta adanya kemungkinan untuk menawar harga, yang menjadi ciri khas transaksi di pasar tradisional.
Menurut Slamet, dalam transaksi daring, pembeli tidak memiliki kesempatan untuk menawar harga, sehingga mereka harus membeli barang dengan harga yang sudah ditetapkan.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait kualitas produk yang dibeli secara online.
Menurutnya, tidak semua barang yang ditampilkan di toko online memiliki kualitas yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan, yang terkadang justru berakhir dengan kekecewaan.
Melihat kondisi pasar yang semakin sepi, Slamet berharap agar pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap keberlangsungan pasar tradisional.
Menurutnya, jika tren belanja online terus dibiarkan tanpa ada regulasi yang membatasi, maka pedagang kecil yang bergantung pada pasar tradisional akan semakin kesulitan dalam memperoleh pendapatan.
Ia bahkan mengusulkan agar marketplace dibatasi atau diberlakukan kebijakan tertentu yang bisa mengurangi dampak negatif digitalisasi terhadap pasar tradisional.
Menurutnya, jika ada regulasi yang mengatur persaingan antara toko daring dan pasar konvensional, maka kondisi pasar bisa kembali ramai seperti dahulu.
Fenomena berkurangnya jumlah pembeli di pasar tradisional sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, terutama sejak munculnya berbagai platform belanja daring yang menawarkan kemudahan dalam bertransaksi.
Meski demikian, pasar tradisional masih memiliki nilai budaya dan sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan mengintegrasikan teknologi dalam sistem pasar tradisional, misalnya dengan menyediakan layanan pemesanan online yang tetap berbasis pada pasar konvensional.
Dengan cara ini, pedagang dapat tetap bertahan di era digital tanpa harus kehilangan pelanggan mereka.
Selain itu, kampanye mengenai pentingnya mendukung pasar tradisional juga bisa dilakukan, sehingga masyarakat lebih sadar akan dampak sosial dan ekonomi dari kebiasaan belanja online yang tidak terkontrol.
Dengan adanya keseimbangan antara inovasi teknologi dan keberlangsungan pasar konvensional, diharapkan pedagang kecil dapat tetap bersaing dan tidak kehilangan mata pencaharian mereka.
Dalam situasi ini, harapan besar tertuju pada dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat agar pasar tradisional tetap menjadi bagian dari ekosistem ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.***