UMKMJATIM.COM – Menjelang perayaan Idul Adha 2025, kondisi pasar hewan kurban di Kabupaten Jombang belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan yang signifikan.
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, minat masyarakat untuk membeli sapi kurban secara langsung mengalami penurunan tajam, sebagaimana diungkapkan oleh para peternak lokal.
Salah satu peternak sapi dari Kecamatan Diwek, Safri, menyampaikan bahwa tahun ini penjualan sapinya menurun drastis.
Ia mengaitkan penurunan tersebut dengan beberapa faktor, mulai dari melemahnya daya beli masyarakat hingga semakin populernya platform penjualan online yang menawarkan pembelian sapi kurban tanpa harus datang ke lokasi.
Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri bagi peternak tradisional seperti Safri.
Menurut penuturannya, banyak calon pembeli lebih memilih membeli sapi kurban secara daring.
Namun, ia mengungkapkan bahwa cara tersebut tidak selalu memberikan hasil yang sesuai harapan.
Tidak sedikit kasus di mana sapi yang diterima pembeli ternyata berbeda dengan yang ditampilkan dalam foto katalog.
Sapi yang tampak besar dalam gambar, kenyataannya memiliki ukuran lebih kecil.
Situasi inilah yang membuat Safri enggan mengikuti tren digital dalam menjual sapinya.
Selain keterbatasan dalam menggunakan teknologi, ia menegaskan bahwa dirinya lebih mengutamakan transparansi dengan mengizinkan pembeli melihat langsung kondisi sapi sebelum membeli.
Bagi Safri, kehadiran pembeli secara langsung sangat penting agar mereka bisa memastikan sendiri jenis, bobot, dan kesehatan hewan kurban yang akan dibeli.
Menurutnya, hal ini penting agar tidak terjadi kekecewaan di kemudian hari.
Safri juga menyebutkan bahwa harga sapi kurban tahun ini mengalami kenaikan tipis, yaitu sekitar Rp 1.000.000 per ekor dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2024 yang lalu, harga sapi standar dibanderol di kisaran harga Rp 21.000.000, maka untuk saat ini harganya mencapai Rp 22.000.000 per ekor.
Meski demikian, kenaikan harga tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan minat beli.
Hingga akhir Mei 2025, Safri baru berhasil menjual 29 ekor sapi dari total 250 ekor yang ia miliki.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, ia sudah menjual 65 ekor sapi. Bahkan sebelum merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), angka penjualannya bisa mencapai 150 ekor menjelang Idul Adha.
Berdasarkan kondisi pasar saat ini, ia memperkirakan hanya akan mampu menjual maksimal 50 ekor tahun ini, jauh lebih rendah dari target idealnya.
Jenis sapi yang paling diminati konsumen tetap didominasi oleh ras limousin dan simmental.
Kedua jenis ini dikenal memiliki struktur tubuh yang besar dan daging yang lebih padat, menjadikannya pilihan favorit bagi pembeli yang ingin mendapatkan nilai lebih dari hewan kurban.
Di peternakan milik Safri, harga sapi limousin bisa mencapai Rp 25.000.000, tergantung ukuran dan beratnya.
Dalam hal perawatan, biaya pakan menjadi salah satu pengeluaran harian terbesar. Safri mengaku harus mengeluarkan dana antara Rp 1.200.000 hingga Rp 2.000.000 setiap hari untuk memastikan kondisi sapi-sapinya tetap prima.
Kebutuhan pakan yang tinggi ini tentu menambah beban biaya operasional yang tidak bisa dianggap remeh, terutama saat penjualan belum menunjukkan hasil maksimal.
Proses pemesanan sapi di peternakan Safri biasanya dimulai setelah Idulfitri. Para pembeli bisa melakukan pemesanan dengan sistem uang muka (DP), kemudian melakukan pelunasan saat pengiriman.
Untuk layanan pengiriman, Safri memastikan bahwa seluruh pesanan dikirim paling lambat satu hari sebelum Idul Adha.
Menariknya, layanan ini tidak dipungut biaya tambahan, bahkan jika pengiriman dilakukan ke luar kota.
Kondisi pasar yang lesu ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat terhadap hewan kurban.
Dengan makin berkembangnya penjualan online dan menurunnya daya beli, para peternak tradisional seperti Safri menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlangsungan usaha mereka.
Dalam menghadapi situasi ini, diperlukan strategi baru, baik dari sisi penjualan maupun kebijakan pemerintah untuk mendukung peternak lokal agar tetap mampu bersaing di tengah perubahan tren pasar.
Dukungan edukasi digital, bantuan logistik, serta regulasi transparansi jual beli daring menjadi hal-hal yang bisa dipertimbangkan agar bisnis peternakan sapi kurban tetap hidup di tengah tantangan era digital.***