UMKMJATIM.COM – Disebutkan bahwa peringatan piodalan atau hari jadi Pura Mandhara Giri Semeru Agung di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, tidak hanya rangkaian upacara sakral bagi umat Hindu.
Peristiwa tahunan ini telah bertransformasi menjadi tonggak penting yang memadukan nilai spiritual, kebudayaan, sekaligus menjadi pendorong geliat ekonomi lokal yang inklusif.
Ribuan pemeluk Hindu dari berbagai daerah berkumpul di kompleks pura yang berdiri megah di kaki Gunung Semeru.
Di tengah aroma dupa yang harum dan suasana peribadatan yang penuh khidmat, aktivitas ekonomi rakyat tumbuh subur.
Puluhan lapak pedagang kecil berjejer rapi menjajakan produk-produk unggulan Lumajang dan sekitarnya.
Mulai dari keripik singkong, rengginang, ting-ting jahe, sampai kain batik dan aneka aksesori bernuansa tradisional, semua menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini.
Wira Dharma yang merupakan pengurus harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung menerangkan bahwa di sekitar pura memang tersedia pasar khusus oleh-oleh UMKM.
Menurutnya, tidak hanya pengusaha lokal dari Senduro yang berjualan, tetapi juga pelaku usaha dari luar daerah seperti Bandung dan Malang.
Wira menyebut kesempatan semacam ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi UMKM Lumajang untuk memperluas pasar dan memperkenalkan produknya secara lebih luas.
Ia menuturkan bahwa perayaan piwadalan kini memiliki makna yang semakin luas.
Tidak hanya memperkuat jati diri budaya dan keyakinan umat, namun juga menjelma menjadi ruang pertemuan ekonomi yang terbuka bagi siapa saja.
Desa tidak lagi sekadar tempat ritual, tetapi telah tumbuh menjadi kawasan yang produktif, dinamis, dan mendatangkan manfaat bagi banyak pihak.
Wira menambahkan, pada masa lalu, transaksi ekonomi hanya terjadi di antara warga sekitar pura.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, interaksi perdagangan berkembang jauh lebih luas.
Para pengunjung dari berbagai daerah datang, menciptakan peluang kolaborasi, dan membuka potensi investasi baru bagi masyarakat setempat.
Ia menegaskan, fenomena tersebut menjadi bukti nyata bahwa warisan tradisi mampu menjadi motor penggerak ekonomi rakyat bila dikelola dengan tepat.
Salah satu pedagang yang merasakan langsung dampak positif acara ini adalah Riki, pelaku UMKM yang menjual aneka camilan khas Senduro.
Riki mengaku selama piwadalan, penjualan produknya meningkat signifikan.
Harga jual keripik singkong dan camilan lain berkisar antara Rp7.500 hingga Rp20.000 per bungkus, dan seluruh dagangannya kerap habis hanya dalam hitungan satu hari satu malam.
Riki mengatakan jumlah pembeli yang datang sangat ramai. Banyak pengunjung yang membeli untuk oleh-oleh keluarga di kampung halaman.
Karena banyaknya transaksi, ia dan beberapa karyawan bahkan kewalahan melayani pelanggan yang datang silih berganti.
Lebih jauh, Riki menyebut kehadiran ribuan umat Hindu dari luar daerah memberikan dampak ekonomi yang meluas.
Bukan hanya pedagang makanan ringan yang menikmati keuntungan, tetapi warga sekitar yang menyediakan jasa parkir, penginapan sederhana, hingga toilet umum pun ikut merasakan berkahnya.
Melihat potensi ekonomi yang semakin berkembang setiap tahun, pihak pengurus pura berharap pemerintah daerah dan lembaga terkait dapat menata kawasan sekitar secara berkelanjutan.
Wira menegaskan, jika UMKM diberi ruang pamer yang lebih representatif serta didukung infrastruktur memadai, pelaku usaha desa dapat naik kelas dan mengembangkan bisnisnya secara mandiri.
Ia menambahkan bahwa tradisi seperti piwadalan seharusnya tidak lagi dipandang sebagai acara seremonial semata.
Lebih dari itu, acara tradisi tersebut di dalamnya terdapat peluang transformasi ekonomi yang nyata.
Menurutnya, masyarakat desa hanya membutuhkan akses dan kesempatan untuk berkembang.
Perayaan tahunan inilah yang menyediakan panggung besar bagi pelaku usaha kecil agar lebih dikenal.
Pemerintah daerah pun diharapkan lebih serius menjadikan peristiwa keagamaan sebagai bagian penting dalam strategi pengembangan ekonomi kerakyatan.
Kegiatan semacam ini telah menciptakan ekosistem ekonomi partisipatif, di mana pengunjung, masyarakat adat, dan UMKM saling terhubung dalam pola interaksi yang saling menguatkan.
Ke depan, kolaborasi antara pelestarian nilai budaya dengan penguatan ekonomi desa diyakini menjadi kunci menciptakan wilayah yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Tradisi sepatutnya tidak dianggap sebagai beban masa lalu yang hanya perlu dirawat, melainkan sebagai sumber daya sosial yang mampu memberikan masa depan lebih baik bagi masyarakat.
Piodalan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung menjadi contoh konkret bahwa ketika desa diberi ruang untuk berkembang, ia bisa menyongsong kemajuan tanpa meninggalkan akar tradisi yang telah menghidupi generasi sebelumnya.***