UMKMJATIM.COM – Musim panen tembakau tahun 2025 di Kabupaten Bondowoso diwarnai dengan beragam persoalan, terutama menurunnya kualitas hasil panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu.
Proses pengeringan yang seharusnya dilakukan secara alami banyak terganggu oleh tingginya curah hujan, sehingga sebagian petani terpaksa menggunakan alat bantu atau media lain untuk mengeringkan daun tembakau.
Kondisi ini berdampak langsung pada kualitas tembakau yang dihasilkan.
Banyak daun tembakau menjadi kurang kering dan berubah warna, sehingga tidak memenuhi standar pembelian industri rokok.
Ketua Komisi II DPRD Bondowoso, Tohari, menilai bahwa permasalahan yang dihadapi petani tembakau tahun ini cukup kompleks.
Ia memahami bahwa musim hujan dan fluktuasi iklim memberi dampak besar terhadap mutu produksi, yang akhirnya membuat pabrikan tidak bisa menyerap hasil panen secara maksimal.
Menurutnya, penurunan kualitas tembakau secara otomatis mengurangi minat industri untuk membeli dalam jumlah besar.
“Kualitas tembakau yang menurun membuat pabrikan hanya membeli dalam jumlah terbatas. Inilah yang menjadi keresahan utama petani,” ungkapnya.
Tohari yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPC PKB Bondowoso menyampaikan komitmennya untuk segera berkoordinasi dengan pihak industri rokok.
Upaya ini dilakukan agar pabrikan tetap memberi ruang bagi tembakau lokal Bondowoso, meskipun kualitasnya tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Bondowoso, terdapat 20 pabrik rokok yang beroperasi di wilayah tersebut.
Sebagian telah berjalan penuh, sementara lainnya masih dalam proses pembangunan maupun pengurusan izin.
Selain pabrikan, Bondowoso juga memiliki sejumlah belandang atau gudang penampungan tembakau.
Gudang-gudang ini berperan penting sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum tembakau dikirim ke industri besar.
Menariknya, Tohari menjelaskan bahwa hasil panen tembakau tahun 2025 tidak langsung digunakan sebagai bahan baku produksi rokok.
Biasanya, bahan tersebut akan disimpan dan baru dimanfaatkan dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun mendatang, setelah melalui proses fermentasi dan penyimpanan tertentu.
Sebagai solusi berkelanjutan, Tohari meminta agar pemerintah daerah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait memperkuat pendampingan terhadap petani tembakau.
Pendampingan ini harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemilihan benih unggul, pola budidaya, hingga pengolahan pascapanen.
Ia menegaskan bahwa kualitas daun tembakau sangat bergantung pada tiga faktor utama, yaitu bibit, teknik budidaya, dan kondisi cuaca.
Karena itu, pembinaan terhadap petani perlu dilakukan sejak tahap awal, terutama dalam proses penangkaran benih agar hasil panen mendatang bisa lebih berkualitas.
“Jika pembinaan dilakukan secara konsisten sejak penangkaran hingga pengolahan, petani dapat menghasilkan tembakau yang memiliki nilai jual tinggi dan berdaya saing di pasar nasional,” ujar Tohari menutup pernyataannya.
Dengan kolaborasi antara petani, pemerintah daerah, dan industri rokok, DPRD Bondowoso berharap rantai ekonomi tembakau tetap berjalan stabil.
Program pendampingan yang berkelanjutan dan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim diharapkan dapat membantu petani kembali menghasilkan tembakau unggulan khas Bondowoso yang dikenal luas di dunia industri.***