Bank Indonesia (BI) melaporkan penurunan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2025. Angka ULN tercatat sebesar 427,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 7.134 triliun, menurun dibandingkan Januari 2025 yang mencapai 427,9 miliar dolar AS. Meskipun terjadi penurunan, pertumbuhan ULN secara tahunan masih tercatat positif sebesar 4,7% (yoy), namun melambat dari 5,3% pada bulan sebelumnya.
Direktur Eksekutif Komunikasi BI, Ramdan Denny, menjelaskan bahwa perlambatan ini disebabkan oleh penurunan pertumbuhan ULN sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN sektor swasta. “Perkembangan tersebut berasal dari perlambatan pertumbuhan ULN sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN sektor swasta,” ujar Denny dalam siaran pers. Pengaruh penguatan dolar AS terhadap mata uang global, termasuk Rupiah, juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi angka ULN Februari 2025.
Analisis ULN Sektor Swasta
ULN sektor swasta menunjukkan tren kontraksi. Posisi ULN swasta pada Februari 2025 tercatat stabil di angka 194,8 miliar dolar AS. Pertumbuhannya secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,6% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,3% (yoy) pada bulan sebelumnya. “Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,6% (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,3% (yoy),” kata Denny.
Kontraksi ini terjadi baik pada lembaga keuangan (financial corporations) yang mengalami kontraksi 2,2% (yoy) maupun perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) dengan kontraksi 1,5% (yoy). Sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, serta pertambangan dan penggalian menjadi penyumbang terbesar ULN swasta, mencapai 79,6% dari total ULN swasta. Dominasi ULN jangka panjang juga tetap terlihat, mencapai 76,5% dari total ULN swasta.
Struktur ULN Indonesia dan Prospek Ke Depan
BI menekankan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditandai dengan penurunan rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 30,2% pada Februari 2025 (dari 30,3% pada Januari 2025) dan dominasi ULN jangka panjang sebesar 84,7% dari total ULN. Hal ini mencerminkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN.
Ke depannya, BI dan Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN. Peran ULN akan dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dengan upaya meminimalkan risiko terhadap stabilitas ekonomi. Penting untuk diingat bahwa fluktuasi nilai tukar mata uang asing akan selalu menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam analisis ULN.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk analisis yang lebih komprehensif: Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, analisis ULN juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi global, tingkat suku bunga internasional, dan gejolak pasar keuangan internasional. Analisis yang lebih detail juga bisa mencakup pembagian ULN berdasarkan negara kreditor, jenis mata uang, dan jatuh tempo utang.
Implikasi kebijakan: Penurunan ULN menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan BI dalam pengelolaan utang luar negeri cukup efektif. Namun, tetap perlu diwaspadai potensi risiko yang dapat muncul di masa mendatang, terutama jika terjadi perubahan mendadak dalam kondisi ekonomi global. Oleh karena itu, pemantauan dan koordinasi yang intensif antara BI dan pemerintah tetap penting untuk memastikan stabilitas ekonomi makro.
Kesimpulannya, meskipun terjadi penurunan ULN pada Februari 2025, pemantauan dan pengelolaan yang cermat tetap diperlukan untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menjaga stabilitas ekonomi makro. Perlu diperhatikan pula faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi ULN di masa mendatang.