UMKMJATIM.COM – Diberitakan bahwa memasuki sepekan menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat di Ponorogo mulai merasakan dampak kenaikan harga sejumlah bahan pokok, khususnya bumbu dapur.
Kenaikan harga ini terlihat di beberapa pasar tradisional, termasuk Pasar Legi Ponorogo, di mana harga cabai, bawang, dan tomat mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa hari terakhir.
Suprihatin, seorang pedagang bumbu dapur di Pasar Legi, mengungkapkan bahwa harga bahan-bahan seperti cabai rawit, bawang merah, bawang putih, dan tomat mulai merangkak naik sejak tiga hari terakhir.
Ia menduga, kenaikan harga ini dipicu oleh tingginya permintaan masyarakat yang tidak sebanding dengan ketersediaan stok di pasaran.
Menurutnya, fenomena kenaikan harga ini bukanlah hal baru.
Setiap kali menjelang momen besar seperti Ramadhan, biasanya harga kebutuhan pokok memang cenderung meningkat.
Ia menilai, kondisi ini wajar terjadi karena banyaknya kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi dalam persiapan menyambut puasa.
Suprihatin menjelaskan, harga cabai rawit yang semula berada di kisaran Rp60.000 per kilogram kini naik menjadi Rp70.000 per kilogram.
Sementara itu, cabai merah yang sebelumnya dijual dengan harga Rp35.000 per kilogram, kini mencapai Rp45.000 per kilogram.
Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah, dari Rp24.000 menjadi Rp30.000 per kilogram.
Bawang putih pun mengalami lonjakan harga, dari Rp35.000 menjadi Rp38.000 per kilogram.
Bahkan, tomat yang biasanya hanya dihargai Rp5.000 per kilogram, kini naik hingga dua kali lipat.
Berdasarkan pengalamannya berdagang selama bertahun-tahun, Suprihatin memprediksi bahwa kenaikan harga bumbu dapur ini masih mungkin berlanjut.
Ia mengatakan, kondisi harga pasar akan tetap fluktuatif hingga mendekati Hari Raya Idul Fitri.
Ia juga tidak menampik kemungkinan bahwa harga-harga bisa kembali melonjak jika permintaan masyarakat terus meningkat tanpa diimbangi dengan pasokan yang memadai.
Kondisi seperti ini membuat para pedagang harus lebih cermat dalam mengelola stok dagangan mereka.
Di satu sisi, mereka harus memenuhi kebutuhan konsumen, namun di sisi lain, mereka juga harus berhati-hati agar tidak mengalami kerugian jika harga kembali mengalami perubahan drastis.
Selain itu, kenaikan harga bumbu dapur juga berdampak pada daya beli masyarakat.
Beberapa konsumen terpaksa mengurangi jumlah pembelian atau memilih bahan substitusi yang lebih terjangkau.
Situasi ini tentu menjadi tantangan tersendiri, baik bagi pedagang maupun konsumen di tengah persiapan menyambut bulan puasa.
Secara umum, fenomena kenaikan harga menjelang Ramadhan bukan hanya terjadi di Ponorogo, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia.
Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari cuaca yang memengaruhi hasil panen, distribusi logistik, hingga mekanisme pasar itu sendiri.
Pemerintah daerah dan dinas terkait diharapkan dapat memantau kondisi pasar dengan lebih intensif.
Langkah antisipatif, seperti operasi pasar atau penyediaan pasokan tambahan, mungkin perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi dengan harga yang wajar.
Melalui koordinasi yang baik antara pemerintah, distributor, dan pedagang, diharapkan lonjakan harga kebutuhan pokok, khususnya bumbu dapur, dapat dikendalikan.
Dengan demikian, masyarakat dapat menyambut Ramadhan dengan lebih tenang tanpa terbebani oleh kenaikan harga bahan pangan yang terlalu tinggi.***