UMKMJATIM.COM – Blangkon adalah salah satu ikon budaya yang sangat khas dari Sumenep, Madura.
Penutup kepala tradisional ini tidak hanya sekadar aksesori, tetapi juga mencerminkan kekayaan tradisi dan identitas masyarakat setempat.
Blangkon kerap digunakan dalam upacara adat dan acara resmi, serta melambangkan status sosial dan kehormatan bagi pemakainya.
Melestarikan budaya blangkon dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengadakan festival, pameran budaya, membentuk paguyuban, hingga menjadikannya sebagai usaha ekonomi kreatif.
Salah satu upaya pelestarian yang inspiratif datang dari Murakib, seorang pengrajin blangkon asal Desa Benasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep.
Ia melestarikan budaya blangkon dengan menjadikannya sebagai usaha yang menjanjikan.
Awal Mula Menjadi Pengrajin Blangkon
Murakib, yang akrab dipanggil Pak Rakib, mulai menekuni usaha pembuatan blangkon pada tahun 2014.
Saat itu, ia bekerja di sebuah tempat bernama Tinkerbell di Desa Benasare yang menerima pesanan blangkon dari Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Namun, permintaan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan serius oleh tempat ia bekerja.
Melihat peluang tersebut, Rakib mencoba mengambil alih pesanan tersebut dan mengerjakannya sendiri.
Keputusan inilah yang kemudian menjadi titik awal dirinya menjadi seorang pengrajin blangkon.
Perjalanan awal sebagai pengrajin tidaklah mudah. Rakib mengakui bahwa pada mulanya tidak banyak orang yang mengenal hasil karyanya.
Namun, sejak tahun 2016, usaha blangkon yang ia rintis mulai dikenal masyarakat. Lambat laun, pesanan mulai berdatangan, dan usahanya semakin berkembang.
Rakib menyadari bahwa kesabaran dan ketekunan dalam melestarikan budaya melalui usaha blangkon mulai membuahkan hasil.
Jenis dan Model Blangkon Putera Banasare
Dalam usahanya yang diberi nama “Putera Banasare,” Rakib memproduksi dua jenis blangkon utama, yaitu Blangkon Rato dan Blangkon Gentong Re’ kere’.
Kedua jenis blangkon ini memiliki perbedaan pada bentuk dan fungsinya.
Blangkon Rato merupakan jenis blangkon yang tidak bisa dilipat.
Blangkon ini memiliki bentuk yang kaku dan kokoh, sehingga lebih sering digunakan dalam acara-acara resmi yang membutuhkan tampilan formal dan elegan.
Sedangkan Blangkon Re’ kere’ adalah model blangkon yang bisa dilipat.
Blangkon jenis ini lebih praktis dan mudah disimpan, sehingga sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari atau acara yang lebih santai.
Rakib menjelaskan bahwa harga blangkon yang ia produksi bervariasi tergantung pada jenis bahan dan model yang dipesan.
Untuk Blangkon Rato dengan kualitas bahan terbaik, harganya bisa mencapai Rp125.000 per buah.
Sementara itu, untuk Blangkon Re’ kere’ yang bisa dilipat, harganya berbeda-beda tergantung kualitas bahan yang digunakan.
Semakin mahal bahan yang dipilih, maka semakin tinggi pula harga blangkon tersebut.
Tantangan dalam Produksi Blangkon
Dalam menjalankan usahanya, Rakib menghadapi beberapa kendala, terutama dalam hal produksi.
Saat ini, Putera Banasare memiliki empat orang pekerja yang membantunya memproduksi blangkon.
Ketika pesanan dalam jumlah besar datang dengan tenggat waktu yang singkat, mereka seringkali kewalahan dalam menyelesaikan produksi tepat waktu.
Namun, Rakib bersyukur karena hingga saat ini ia belum pernah mengecewakan pelanggannya terkait waktu penyelesaian pesanan.
Semua pesanan berhasil diselesaikan sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh pemesan.
Menurutnya, kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama dalam menjalankan usaha ini.
Rakib juga melayani pesanan khusus dari pelanggan yang membawa bahan sendiri.
Dalam hal ini, ia hanya mengerjakan pembuatan blangkon sesuai dengan model dan ukuran yang diminta pelanggan.
Fleksibilitas dalam menerima pesanan custom ini menjadikan usahanya semakin diminati oleh masyarakat Sumenep dan sekitarnya.
Melestarikan Budaya Sumenep Melalui Blangkon
Murakib berharap bahwa budaya blangkon di Kabupaten Sumenep tidak hilang ditelan zaman. Ia mengajak masyarakat untuk terus mencintai dan melestarikan warisan budaya ini.
Baginya, dengan mencintai blangkon sebagai bagian dari identitas budaya, masyarakat secara tidak langsung ikut berperan dalam menjaga kekayaan budaya Sumenep.
Rakib meyakini bahwa blangkon tidak hanya sekadar aksesori tradisional, tetapi juga memiliki nilai historis dan filosofi yang mendalam.
Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk terus melestarikan blangkon melalui usaha yang dijalaninya.
Ia berharap, ke depan blangkon buatan Putera Banasare bisa semakin dikenal dan diminati, tidak hanya oleh masyarakat Sumenep, tetapi juga oleh wisatawan yang berkunjung ke Madura.
Usaha yang dirintis oleh Murakib tidak hanya menjadi sumber penghidupan bagi keluarganya, tetapi juga berperan dalam melestarikan budaya lokal.
Dengan memproduksi blangkon yang kental dengan nuansa tradisi Sumenep, ia turut menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi muda.
Ketekunan dan inovasi yang ditunjukkan oleh Murakib dalam mengembangkan usahanya menjadi inspirasi bahwa melestarikan budaya dapat dilakukan melalui ekonomi kreatif.
Ia berharap, semangatnya dalam melestarikan blangkon bisa menginspirasi masyarakat untuk terus menjaga dan mencintai budaya lokal.***