UMKMJATIM.COM – Sebelum mengakses pendanaan, sangat penting bagi setiap pelaku usaha untuk terlebih dahulu menyusun rencana bisnis (business plan) yang terperinci dan matang.
Apalagi jika jumlah modal yang ingin dihimpun tergolong besar, seperti lebih dari Rp500 juta.
Rencana bisnis bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi acuan utama dalam menentukan arah dan strategi perusahaan ke depan.
Di dalamnya, harus terdapat target-target kinerja utama atau Key Performance Indicators (KPI) seperti proyeksi omzet, laba bersih, pertumbuhan aset, hingga peningkatan kapasitas produksi.
Kebutuhan modal sebaiknya dihitung berdasarkan strategi untuk mencapai target-target tersebut.
Misalnya, jika perusahaan menetapkan tujuan untuk meningkatkan pendapatan hingga 10 kali lipat dalam tiga tahun, maka tentu dibutuhkan langkah besar dalam hal ekspansi.
Salah satu strategi yang mungkin ditempuh adalah memperluas jaringan distribusi dari 100 menjadi 1.500 mitra penjualan.
Tentu saja, peningkatan ini harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas produksi agar mampu memenuhi permintaan dari seluruh mitra tersebut.
Agar kapasitas produksi mencukupi, perusahaan mungkin perlu membangun pabrik yang lebih besar, membeli mesin produksi tambahan, hingga mengurus berbagai jenis perizinan usaha.
Seluruh kebutuhan ini membutuhkan investasi modal yang tidak kecil, misalnya sebesar Rp750 juta.
Di sinilah pentingnya menghitung kebutuhan modal secara detail, agar pendanaan yang dihimpun benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil perusahaan.
Selain investasi pada aset fisik, pelaku usaha juga harus mempertimbangkan kondisi pembayaran dari mitra penjualan.
Jika sebagian besar mitra meminta pembayaran dengan sistem tempo 30 hingga 60 hari, maka perusahaan perlu menyediakan dana talangan untuk menopang biaya operasional selama periode tersebut.
Dana ini akan digunakan untuk menutup berbagai biaya rutin, termasuk pembelian bahan baku, pembayaran gaji karyawan, biaya listrik, air, internet, dan lain-lain.
Secara umum, biaya modal dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu belanja modal (Capital Expenditure atau CAPEX) dan belanja operasional (Operational Expenditure atau OPEX).
CAPEX mencakup pengeluaran untuk aset tetap yang memiliki masa manfaat jangka panjang seperti bangunan, mesin, atau kendaraan operasional.
Sementara OPEX mencakup pengeluaran rutin yang dibutuhkan untuk menjalankan operasional sehari-hari.
Dengan memisahkan perhitungan antara CAPEX dan OPEX, perusahaan akan lebih mudah merumuskan strategi pendanaan yang tepat.
Misalnya, kebutuhan CAPEX bisa dibiayai melalui pinjaman jangka panjang atau investasi ekuitas, sedangkan OPEX bisa ditutupi dengan kas internal atau kredit jangka pendek.
Pendekatan ini akan membantu perusahaan lebih efisien dan terarah dalam mengelola arus kas serta mencari akses modal yang paling relevan sesuai dengan kebutuhan bisnis saat ini.
Dengan memahami cara menghitung kebutuhan modal berdasarkan rencana usaha dan target bisnis, pelaku usaha akan lebih siap dalam mengambil keputusan finansial yang tepat dan berkelanjutan.***