UMKMJATIM.COM – Disebutkan, Kota Madiun mencatatkan angka inflasi sebesar 1,41 persen pada bulan Maret 2025.
Angka ini menjadi yang tertinggi dibandingkan periode yang sama dalam dua tahun terakhir, menunjukkan tren kenaikan harga yang cukup signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Madiun menyebut bahwa kenaikan ini terutama dipicu oleh naiknya tarif listrik rumah tangga, yang berdampak besar pada kelompok pengeluaran masyarakat.
Kepala BPS Kota Madiun, Abdul Aziz, menyampaikan bahwa kelompok pengeluaran yang mencakup perumahan,
air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mencatat inflasi sebesar 6,09 persen dengan andil 0,81 persen terhadap inflasi bulanan secara keseluruhan.
Dari kelompok ini, tarif listrik menjadi penyumbang terbesar dengan kenaikan mencapai 29,21 persen.
Kenaikan tarif listrik sendiri menyumbang 0,78 persen dari total inflasi di bulan Maret.
Kenaikan ini tidak lepas dari berakhirnya program diskon tarif listrik yang sebelumnya diberikan oleh pemerintah.
Diskon tersebut berlaku pada Januari hingga Februari 2025 untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 450 hingga 2200 volt ampere.
Namun, sejak Maret 2025, program tersebut tidak diperpanjang, sehingga pelanggan kembali dikenakan tarif normal.
Hal ini berdampak langsung terhadap pengeluaran masyarakat dan menciptakan tekanan inflasi.
Meski inflasi bulanan meningkat cukup tajam, secara kumulatif dari Januari hingga Maret 2025, inflasi Kota Madiun masih relatif terkendali di angka 0,31 persen.
Sementara jika dibandingkan dengan Maret tahun lalu (year on year), inflasi tercatat sebesar 0,20 persen.
BPS Kota Madiun menilai bahwa inflasi yang terjadi masih dalam batas yang dapat dikendalikan, meskipun terdapat gejolak dari sektor energi.
Abdul Aziz juga mengimbau masyarakat untuk tetap bijak dalam mengelola pengeluaran.
Ia menyarankan agar masyarakat lebih fokus pada kebutuhan dasar dibandingkan keinginan konsumtif, guna menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga.
Pemerintah sendiri terus melakukan berbagai langkah pengendalian harga agar lonjakan inflasi tidak semakin melebar ke sektor lainnya.
Upaya stabilisasi harga bahan pokok, pengawasan distribusi energi, dan program subsidi lainnya terus digalakkan agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Fenomena kenaikan inflasi ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan fiskal dan energi dalam menjaga kestabilan ekonomi daerah.
Dalam jangka panjang, ketergantungan terhadap subsidi energi memerlukan pengelolaan yang tepat agar tidak menjadi beban ketika insentif tersebut dihentikan.
Dengan kondisi seperti ini, masyarakat diharapkan bisa lebih adaptif dalam menyikapi perubahan harga, serta berperan aktif dalam mendukung program-program pemerintah dalam mengendalikan inflasi.
Kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menjaga kestabilan harga dan menjaga kesejahteraan ekonomi lokal.***