UMKMJATIM.COM – Bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), memiliki kelengkapan legalitas usaha merupakan salah satu langkah strategis untuk menciptakan usaha yang berkelanjutan.
Salah satu dokumen legal yang dulunya wajib dimiliki oleh UMKM adalah Izin Gangguan atau yang dikenal dengan istilah HO (Hinderordonnantie).
Izin ini diterbitkan oleh pemerintah daerah sebagai bukti bahwa suatu kegiatan usaha tidak menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum maupun kenyamanan lingkungan sekitar.
Meskipun saat ini Izin Gangguan sudah dihapus secara nasional melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2017, namun pemahaman mengenai fungsinya tetap penting, terutama untuk daerah-daerah yang masih menerapkan ketentuan lokal atau memiliki peraturan turunan sebelum penghapusan berlaku penuh.
HO memiliki fungsi utama sebagai instrumen pengendali agar kegiatan usaha tidak menyebabkan polusi suara, pencemaran udara, kemacetan lalu lintas, maupun potensi konflik sosial dengan warga sekitar.
Salah satu alasan mengapa dokumen ini dulunya diwajibkan adalah untuk menjaga harmonisasi antara pelaku usaha dan masyarakat.
Usaha yang dijalankan di kawasan pemukiman atau lingkungan padat penduduk rentan menimbulkan ketidaknyamanan, mulai dari kebisingan, limbah, hingga aktivitas keluar masuk kendaraan yang mengganggu.
Dengan adanya Izin Gangguan, pemerintah daerah dapat melakukan evaluasi terhadap potensi risiko tersebut sebelum memberikan izin operasi secara penuh.
Bagi UMKM, pentingnya memiliki HO juga erat kaitannya dengan citra usaha. Ketika bisnis memiliki izin resmi yang menjamin tidak mengganggu lingkungan, maka masyarakat sekitar pun lebih mudah menerima keberadaan usaha tersebut.
Hal ini dapat membantu pelaku usaha membangun kepercayaan dan menjalin relasi yang harmonis dengan lingkungan sekitar, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap perkembangan usaha.
Proses pengajuan Izin Gangguan sebelumnya dilakukan dengan mengisi formulir permohonan ke dinas perizinan daerah atau Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Dalam prosesnya, biasanya dilakukan survei lapangan untuk menilai apakah usaha tersebut berpotensi mengganggu atau tidak.
Bila dinilai aman, barulah izin dikeluarkan dan pelaku usaha bisa menjalankan kegiatan secara legal dan nyaman.
Kini, setelah penghapusan HO, sebagian fungsinya telah diintegrasikan ke dalam sistem perizinan usaha melalui Online Single Submission (OSS).
Meskipun HO secara resmi sudah tidak diterbitkan lagi, pelaku UMKM tetap wajib memastikan bahwa lokasi usahanya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW), serta tidak menimbulkan gangguan sosial maupun lingkungan.
Hal ini menjadi bagian dari syarat penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Izin Usaha lainnya di era digital saat ini.
Dengan demikian, meskipun HO sudah tidak lagi menjadi syarat resmi, semangat di balik penerapannya tetap relevan.
Pelaku UMKM perlu tetap memperhatikan faktor kenyamanan dan ketertiban lingkungan sekitar dalam menjalankan usahanya.
Pendekatan ini tidak hanya mendukung keberhasilan bisnis, tetapi juga menciptakan usaha yang beretika dan diterima oleh masyarakat.
Menjaga hubungan baik dengan masyarakat serta menjalankan usaha dengan memperhatikan lingkungan sekitar adalah investasi penting bagi kelangsungan UMKM.
Oleh karena itu, meskipun Izin Gangguan secara hukum telah dihapuskan, prinsip dasarnya tetap harus menjadi acuan dalam pengembangan usaha yang sehat, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.***