UMKMJATIM.COM – Diberitakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menegaskan komitmennya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kontrak atau pegawai Non-Aparatur Sipil Negara (ASN).
Langkah ini diambil meski pemerintah pusat telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN dan APBD di seluruh lembaga dan pemerintah daerah.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak akan berdampak pada keberlangsungan kerja tenaga Non-ASN di lingkup Pemkot Surabaya.
Tidak hanya tenaga administrasi, Eri juga memastikan bahwa tenaga kerja yang tergabung dalam satuan tugas (Satgas), seperti petugas penyapuan dan pengerukan saluran, akan tetap dipertahankan.
Ia menjelaskan bahwa kontrak kerja Satgas ini sejak awal berbasis pada jasa, bukan administrasi.
Kebijakan ini berbeda dengan beberapa daerah lain yang memilih melakukan PHK terhadap tenaga Non-ASN sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran.
Menurut Eri, Pemkot Surabaya memilih pendekatan yang lebih humanis agar tidak memperparah angka pengangguran di kota tersebut.
“Di daerah lain, ada yang melakukan PHK sebagai dampak efisiensi anggaran. Namun, di Surabaya, kami tidak mengambil langkah itu karena akan menambah jumlah pengangguran.
PHK hanya akan dilakukan bila ada tenaga kontrak yang melanggar aturan atau tidak pernah masuk kerja,” jelas Eri.
Eri juga menjelaskan bahwa tenaga kontrak administrasi yang telah mengikuti seleksi PPPK akan diangkat sebagai pegawai PPPK penuh jika lolos seleksi.
Sementara itu, bagi mereka yang belum berhasil lolos seleksi penuh, Pemkot Surabaya menawarkan opsi menjadi PPPK paruh waktu.
Ia menambahkan bahwa Satgas yang sudah bekerja sejak 2024 akan tetap dipertahankan dengan skema yang ada saat ini.
Ini mencakup petugas penyapuan, pemelihara taman, dan tenaga kebersihan lainnya yang bekerja di lapangan dengan kontrak berbasis jasa.
Pemkot Surabaya memastikan bahwa tenaga kerja lapangan, seperti petugas penyapuan dan pemelihara taman, tetap bekerja di bawah kontrak jasa.
Eri menegaskan bahwa hak-hak mereka tetap diperhatikan, termasuk perhitungan gaji yang didasarkan pada luas area kerja yang ditangani.
Pemkot Surabaya memilih pendekatan yang lebih humanis dalam menyikapi kebijakan efisiensi anggaran.
Dengan mempertahankan tenaga Non-ASN dan tidak melakukan PHK, Pemkot Surabaya berupaya menghindari dampak sosial yang bisa timbul akibat meningkatnya angka pengangguran.
Kebijakan ini menunjukkan komitmen Pemkot Surabaya dalam menjaga kesejahteraan tenaga kerja Non-ASN sekaligus tetap mengikuti arahan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.
Eri berharap pendekatan ini bisa menjadi solusi yang seimbang antara kebutuhan efisiensi dan kesejahteraan tenaga kerja.***