UMKMJATIM.COM – Sudah lazim, setiap tahun, bulan Ramadan tidak hanya menjadi momen yang dinantikan umat Muslim untuk meningkatkan ibadah, tetapi juga menghadirkan keunikan tersendiri bagi para pecinta kuliner.
Pada bulan penuh berkah ini, beragam sajian khas bermunculan, memberikan pengalaman kuliner yang istimewa, baik untuk berbuka puasa maupun santapan sahur.
Berbagai daerah di Indonesia memiliki tradisi kuliner Ramadan yang unik, mencerminkan kekayaan budaya dan selera masyarakat setempat.
Selain itu, Ramadan juga menjadi ajang bagi para pelaku usaha kuliner untuk berinovasi dan menghadirkan sesuatu yang baru.
Banyak restoran dan warung makan menawarkan menu spesial Ramadan, termasuk paket berbuka puasa dengan berbagai pilihan hidangan yang menggugah selera.
Tidak hanya makanan berat, jajanan pasar dan kue tradisional juga mengalami peningkatan permintaan selama bulan suci ini.
Salah satu inovasi menarik datang dari seorang penjual kue bikang di Madiun.
Jika biasanya kue bikang—atau yang lebih dikenal dengan sebutan carabikang—dijual dalam kondisi matang dan telah dikemas dalam plastik, pedagang ini justru memilih konsep berbeda.
Ia memasak kue bikangnya langsung di tempat saat ada pesanan dari pelanggan.
Konsep ini diterapkan oleh Ina, seorang pedagang di kawasan Jalan Barito, Madiun. Ia menjelaskan bahwa sebelum Ramadan, ia hanya berjualan dari rumah, di mana kue buatannya didistribusikan ke para pedagang jajanan pasar.
Namun, saat Ramadan tiba, ia mencoba konsep baru dengan memasak bikang secara langsung di lapaknya. Tujuannya adalah agar pembeli dapat menikmati kue dalam kondisi hangat dan lebih segar.
Menurutnya, kue yang dibuat secara langsung di tempat lebih menarik perhatian pembeli karena sensasi menikmati makanan hangat memiliki daya tarik tersendiri.
Konsep ini juga memberikan pengalaman berbeda bagi pelanggan yang biasanya hanya membeli bikang dalam kondisi sudah jadi dan dikemas.
Dengan cara ini, ia berharap dagangannya semakin diminati selama bulan Ramadan.
Untuk harga, satu kotak kue bikang yang berisi tiga potong dibanderol Rp 5.000. Saat ini, Ina hanya menyediakan dua varian rasa, yaitu coklat dan pandan.
Meski pilihannya masih terbatas, ia optimis bahwa kue buatannya tetap memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelanggan yang ingin menikmati jajanan tradisional dengan cita rasa otentik.
Ramadan memang selalu menghadirkan berbagai inovasi kuliner yang menarik.
Selain menjadi ajang berburu makanan khas, bulan ini juga memberikan peluang bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan kreativitas dalam berdagang.
Inovasi yang dilakukan Ina adalah salah satu contoh bagaimana kuliner tradisional bisa dikemas dengan konsep baru yang lebih menarik bagi konsumen.
Keputusan Ina untuk mencoba metode penjualan langsung ini menunjukkan bahwa inovasi dalam dunia kuliner tidak harus selalu berupa makanan baru.
Kadang, cara penyajian yang berbeda pun bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Dengan hadirnya konsep seperti ini, Ramadan tidak hanya menjadi bulan penuh berkah dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam hal ekonomi bagi para pedagang makanan dan minuman.
Dengan semakin banyaknya inovasi di dunia kuliner, masyarakat memiliki lebih banyak pilihan untuk menikmati sajian khas Ramadan.
Tak hanya itu, kreativitas para pedagang seperti Ina juga menunjukkan bahwa kuliner tradisional tetap bisa bertahan dan bersaing di tengah banyaknya tren makanan modern.***