UMKMJATIM.COM – Minyak goreng bersubsidi Minyakita di Kota Malang ditemukan dijual dengan harga yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Selain itu, terdapat indikasi bahwa produk tersebut tidak selalu memiliki takaran yang sesuai dengan ketentuan.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Malang, Ary Widy Hartono, mengungkapkan bahwa permasalahan terkait Minyakita tidak hanya sebatas harga yang melebihi HET, tetapi juga ketidaksesuaian dalam volume kemasan.
Hal ini diperkuat dengan data dari Kementerian Pertanian RI yang sebelumnya menemukan bahwa tujuh produsen Minyakita di beberapa daerah,
seperti Ponorogo, Kudus, Surabaya, dan Gresik, diduga memproduksi minyak dengan volume kurang dari satu liter.
Menurut Ary, informasi terkait permasalahan Minyakita di Kota Malang telah dikonfirmasi oleh Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
Berdasarkan hasil temuan yang ada, fenomena yang terjadi di pasar menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara harga dan volume produk yang beredar di masyarakat.
Selain itu, Ary juga menemukan sendiri bahwa harga jual Minyakita di pasar tradisional Kota Malang tidak sesuai dengan HET.
Saat berbelanja di salah satu pasar, ia mendapati bahwa produk tersebut dijual dengan harga Rp17.500 per liter, padahal dalam kemasannya tercantum HET sebesar Rp15.700.
Melalui penelusuran lebih lanjut, ia menyimpulkan bahwa kenaikan harga ini bukan sepenuhnya kesalahan pedagang, melainkan dipengaruhi oleh harga beli dari distributor yang sudah lebih tinggi dari HET.
Berdasarkan perhitungannya, harga kulakan minyak tersebut mencapai Rp199.000 per karton dengan isi 12 kemasan.
Jika dibagi, maka harga per kemasan menjadi Rp16.583. Toko yang menjual minyak ini juga mendistribusikannya ke pengecer dengan harga Rp16.875.
Dengan demikian, menurutnya, keuntungan yang diambil oleh pedagang masih dalam batas wajar.
Ary menilai bahwa permasalahan utama justru berasal dari pihak produsen yang tidak sepenuhnya mengikuti regulasi yang telah ditetapkan.
Ia menyoroti bahwa pelanggaran serupa terus terjadi tanpa adanya tindakan tegas yang benar-benar menyelesaikan masalah.
Oleh karena itu, ia mendorong Disperindag untuk segera mengambil langkah konkret dalam menertibkan peredaran Minyakita di pasaran.
Menurutnya, dengan data yang telah dimiliki oleh Disperindag, seharusnya tidak sulit bagi pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan ini.
Ia meyakini bahwa apabila tindakan pengawasan dilakukan secara cepat dan tepat, maka distribusi Minyakita di Kota Malang dapat segera dikendalikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.***