UMKMJATIM.COM – Industri perhotelan di Kabupaten Pasuruan tengah menghadapi tekanan berat sejak kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan oleh pemerintah pusat.
Dampak paling mencolok terlihat pada tingkat hunian kamar hotel yang mengalami penurunan signifikan.
Kebijakan ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama menurunnya pendapatan hotel dan restoran di wilayah tersebut.
Fuji Subagiyo, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pasuruan,
menyampaikan bahwa penurunan ini terjadi setelah diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menekankan penghematan anggaran,
khususnya dalam pos perjalanan dinas dan penyelenggaraan rapat yang selama ini banyak dilakukan di hotel.
Fuji menjelaskan bahwa sebelum adanya kebijakan efisiensi, kegiatan pemerintahan seperti rapat koordinasi, pelatihan, hingga seminar kerap dilaksanakan di hotel-hotel lokal.
Namun, sejak diterapkannya aturan baru tersebut, kegiatan-kegiatan tersebut kini dialihkan ke gedung milik instansi pemerintah.
Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan hingga 30 persen selama periode Januari hingga Maret 2025.
Penurunan ini bahkan disebut lebih parah dibandingkan masa pandemi Covid-19.
Menurut Fuji, situasi ini sangat dirasakan oleh para pelaku industri perhotelan, mengingat hotel selama ini cukup bergantung pada kegiatan pemerintah sebagai salah satu sumber pemasukan utama.
Untuk mengatasi kondisi ini, PHRI Kabupaten Pasuruan mengambil sejumlah langkah strategis agar industri perhotelan tetap bertahan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan pihak swasta serta meningkatkan promosi untuk menarik minat wisatawan, khususnya wisatawan asing.
Langkah ini dianggap sebagai alternatif untuk mengimbangi kehilangan pemasukan dari sektor pemerintahan.
Fuji menegaskan bahwa strategi pendekatan kepada pelaku usaha swasta dan wisatawan menjadi solusi jangka pendek yang perlu dioptimalkan agar hotel-hotel tetap memiliki pendapatan operasional.
Jika tidak dilakukan, maka akan semakin sulit bagi hotel untuk memenuhi biaya operasional harian maupun membayar gaji pegawai.
Namun, kondisi ini juga berdampak pada keberlangsungan tenaga kerja di sektor perhotelan.
Beberapa hotel di Kabupaten Pasuruan sudah mulai melakukan pengurangan jumlah karyawan sebagai langkah efisiensi internal.
Fuji menyebut bahwa keputusan ini diambil karena tekanan biaya yang terus meningkat, sementara pendapatan terus menurun.
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran jika kebijakan efisiensi anggaran dari pusat berlangsung dalam jangka panjang, maka dampaknya bisa meluas ke sektor ekonomi lainnya, termasuk pariwisata lokal.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mendukung industri perhotelan agar tidak terus mengalami penurunan.
Dalam situasi penuh tantangan ini, sinergi antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat agar industri perhotelan Pasuruan dapat kembali bangkit dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.***