UMKMJATIM.COM – Implementasi program cofiring biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Timur tidak hanya mendukung transisi energi ramah lingkungan, tetapi juga membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian lokal.
Dampak positifnya mulai dirasakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sejumlah daerah, khususnya di kawasan sekitar lokasi stockpile biomassa.
Salah satu pelaku UMKM, Deasy Fajarwati (44), pemilik warung makan yang berlokasi di perbatasan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Situbondo, mengungkapkan bahwa sejak pertengahan 2023, pendapatan warung miliknya mengalami lonjakan tajam.
Ia menyebutkan bahwa omzet hariannya meningkat hingga tiga kali lipat berkat adanya aktivitas di sekitar area penyimpanan bahan pencampur biomassa milik PT Raja Muda Gemilang (RMG).
Sebelum adanya aktivitas cofiring biomassa, omzet warung Deasy berkisar Rp1 juta per hari.
Namun, sejak dimulainya kegiatan operasional stockpile yang melibatkan banyak tenaga kerja dan sopir truk pengangkut limbah kayu, pendapatan hariannya melonjak menjadi sekitar Rp3 juta.
Deasy mengisahkan bahwa para pekerja dan sopir yang bertugas di stockpile PLTU Paiton kerap mampir ke warung miliknya untuk makan dan minum.
Situasi tersebut menjadikan warungnya jauh lebih ramai dibandingkan dua tahun sebelumnya, saat belum ada aktivitas energi biomassa di wilayah tersebut.
Efek domino dari program cofiring juga dirasakan di wilayah lain, salah satunya di Desa Ranuyoso, Kabupaten Lumajang.
Di kawasan ini, seorang warga bernama Syakur (56) mampu memulai usaha baru berupa warung nasi di samping rumahnya yang melayani para pekerja di area produksi cofiring milik PT RMG Lumajang.
Sebelum membuka warung makan, Syakur dikenal sebagai pedagang daging ayam di pasar setempat.
Namun, pendapatan dari usaha tersebut dinilainya kurang mencukupi untuk menghidupi keluarga besar dengan lima anak.
Seiring dengan beroperasinya fasilitas cofiring di dekat tempat tinggalnya, ia melihat peluang untuk merintis usaha kuliner yang kini menjadi sumber penghasilan utama.
Menurut Syakur, aktivitas produksi bahan pencampur batu bara untuk PLTU membuka lapangan kerja baru dan menciptakan lingkungan ekonomi mikro yang lebih hidup.
Keberadaan pekerja yang rutin membutuhkan konsumsi harian menjadi peluang besar bagi warga sekitar untuk mendirikan usaha makanan, minuman, hingga kebutuhan pokok lainnya.
Program cofiring biomassa yang diterapkan di PLTU melalui pengolahan limbah kayu dan bahan bakar alternatif lainnya ini tidak hanya mendukung pengurangan emisi karbon, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal secara langsung.
Dampak positif yang dirasakan oleh pelaku UMKM seperti Deasy dan Syakur menjadi bukti nyata bahwa transisi energi tidak selalu identik dengan dampak teknis, melainkan juga dapat berkontribusi besar terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil di daerah.
Dengan semakin berkembangnya ekosistem energi baru terbarukan, para pelaku UMKM di sekitar kawasan cofiring diharapkan dapat terus tumbuh dan menciptakan kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal.***