UMKMJATIM.COM – Harga cabai rawit merah di Kota Probolinggo masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan signifikan.
Namun demikian, ketersediaan bahan pokok lain terpantau dalam kondisi stabil dan aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini terungkap saat Wali Kota Probolinggo, dr. Aminuddin, bersama Wakil Wali Kota Ina Dwi Lestari melakukan pemantauan langsung ke dua pasar tradisional, yaitu Pasar Kronong Mayangan dan Pasar Wonoasih.
Dalam kesempatan tersebut, Aminuddin mengungkapkan bahwa harga cabai rawit merah di kedua pasar masih berkisar Rp65.000–Rp70.000 per kilogram.
Ia menilai lonjakan harga cabai rawit menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah, terutama terkait distribusi dan ketersediaan stok di tingkat produsen.
Pemerintah daerah, menurut Aminuddin, akan melakukan evaluasi mendalam mengenai rantai distribusi yang memengaruhi harga.
Ia juga berharap Dinas Pertanian dapat mendorong petani setempat meningkatkan produksi cabai sehingga pasokan di pasar tetap terjaga dan harga lebih stabil.
Selain memantau harga komoditas, Aminuddin turut menyoroti kondisi bangunan pasar yang menurutnya sudah membutuhkan perbaikan.
Ia berpendapat pasar yang bersih dan nyaman akan meningkatkan minat masyarakat untuk berbelanja langsung di pasar tradisional, sekaligus mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (DKUP) Kota Probolinggo, Fitriawati, yang mendampingi monitoring harga, menjelaskan hasil pemantauan harga komoditas pada Rabu (16/7/2025) menunjukkan adanya fluktuasi.
Ada banyak komoditas yang mengalami penurunan harga, mulai dari tomat yang turun menjadi Rp25.000 per kilogram serta cabai merah besar yang dijual Rp41.000 sesuai Harga Acuan Pemerintah (HAP).
Namun, harga cabai rawit kecil masih bertahan di atas HAP, bahkan mencapai Rp70.000 di Pasar Wonoasih.
Fitriawati menyebut pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Bulog guna memastikan pasokan beras dan minyak goreng tetap stabil.
Melalui kerja sama tersebut, ketersediaan beras SPHP dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di toko Kopi Siaga maupun Warung TPID.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir akan kelangkaan bahan pokok, sebab stok dinilai masih aman.
Hal menarik menurut Fitriawati adalah bahwa kenaikan inflasi di Kota Probolinggo sebagian besar bukan disebabkan harga sembako.
Ia menyebut harga emas yang tinggi menjadi penyumbang terbesar inflasi karena masyarakat setempat memiliki kebiasaan membeli emas dalam jumlah signifikan.
Walaupun harga emas dunia sempat turun, harga jual di toko emas di Probolinggo masih tinggi sehingga turut memengaruhi angka inflasi.
Sebagai langkah pengendalian harga, Pemkot Probolinggo secara rutin menggelar pasar murah di lokasi strategis setiap hari Rabu.
Selain itu, Warung TPID dan Kopi Siaga juga disediakan sebagai alternatif belanja kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau.
Terkait kondisi fisik pasar, Fitriawati menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan rencana pembongkaran bedak-bedak liar di area Pasar Kronong.
Lahan yang dibebaskan nantinya akan digunakan untuk pemasangan sistem palang parkir elektronik sebagai upaya menata akses keluar-masuk pasar.
Sementara itu, untuk Pasar Wonoasih, pihak DKUP mengakui anggaran pemeliharaan masih terbatas.
Fitriawati menyebutkan bahwa Pemkot Probolinggo sedang mempertimbangkan opsi untuk melibatkan investor dalam upaya renovasi pasar agar fasilitas menjadi jauh lebih layak serta potensi ekonomi kawasan bisa dioptimalkan.***