UMKMJATIM.COM – Setiap musim panen tiba, warga Desa Glinggang, Kecamatan Sampung, Ponorogo menggelar tradisi methik pari atau memanen padi bersama.
Kepala Desa Glinggang, Gunung, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada Allah SWT karena hasil pertanian tahun ini melimpah dan selamat dari serangan hama.
Ia menuturkan, serangan hama sempat meresahkan para petani, namun lahan pertanian Glinggang tetap aman dan menghasilkan panen yang berkualitas.
Karena itu, tradisi methik pari dipandang sebagai wujud kebahagiaan dan rasa terima kasih masyarakat atas rezeki yang diterima.
Desa Glinggang memiliki lahan pertanian seluas 110 hektare yang hampir seluruhnya ditanami padi.
Dalam waktu sekitar satu minggu, hamparan sawah tersebut akan dipanen serentak.
Tradisi methik pari kemudian menjadi momentum penyambutan panen, sekaligus pengingat bahwa hasil bumi perlu dijaga dan disyukuri bersama.
Pelaksanaan methik pari dimulai dari Balai Desa Glinggang. Seluruh warga berkumpul untuk menggelar doa bersama, memohon keselamatan dan keberkahan hasil panen.
Setelah itu, warga membawa tumpeng serta aneka sesaji, kemudian berjalan beriringan menuju area persawahan.
Setibanya di sawah, masyarakat menggelar acara “bruncah buceng”, yaitu makan bersama dengan lauk ingkung dan tumpeng.
Suasana kebersamaan begitu terasa karena seluruh warga ikut duduk bersila di pematang sawah sambil menikmati hidangan tradisional.
Gunung menambahkan bahwa tahun ini jumlah tumpeng yang dibawa mencapai sekitar 200 buah, menunjukkan semangat gotong royong sekaligus antusiasme warga dalam menjaga tradisi leluhur.
Tradisi methik pari bukan sekadar pesta rakyat, melainkan juga sarat makna filosofis. Bagi masyarakat Jawa, padi memiliki nilai simbolis sebagai sumber kehidupan.
Oleh karena itu, kegiatan syukuran panen ini dimaksudkan agar hasil bumi tetap melimpah di musim-musim berikutnya, sekaligus mempererat persaudaraan antarwarga desa.
Selain itu, kegiatan makan bersama di sawah mencerminkan prinsip guyub rukun, di mana kebahagiaan tidak hanya dirasakan individu, tetapi juga dibagikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Selain memiliki nilai spiritual, tradisi methik pari juga berpotensi menjadi daya tarik wisata budaya di Ponorogo.
Prosesi yang unik, mulai dari doa bersama, arak-arakan tumpeng, hingga makan bersama di tengah sawah, dapat menjadi atraksi menarik bagi wisatawan yang ingin menyaksikan kearifan lokal.
Dengan tetap menjaga tradisi turun-temurun ini, Desa Glinggang tidak hanya memperkuat identitas budaya, tetapi juga berpotensi mengembangkan sektor pariwisata berbasis masyarakat.
Tradisi methik pari di Desa Glinggang menjadi bukti bahwa masyarakat Jawa masih memegang teguh warisan leluhur.
Melalui doa bersama, arak-arakan tumpeng, dan makan ingkung di sawah, warga menunjukkan rasa syukur sekaligus mempererat kebersamaan.
Panen padi yang melimpah bukan hanya hasil kerja keras petani, tetapi juga karunia yang patut dijaga dengan penuh syukur.***