UMKMJATIM.COM – Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam menyediakan akses pendidikan yang merata bagi seluruh peserta didik di Indonesia.
Melalui bantuan ini, siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK dapat memperoleh dukungan biaya pendidikan, sehingga proses belajar dapat berlangsung tanpa hambatan ekonomi.
Agar penyaluran bantuan tepat sasaran, pemerintah menetapkan sejumlah kriteria yang menjadi dasar penentuan calon penerima PIP.
Kriteria ini mencakup kondisi sosial ekonomi peserta didik beserta pihak keluarganya.
Secara umum, peserta didik yang berhak menerima PIP berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi.
Salah satu indikator utamanya adalah kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP). KIP menjadi bukti bahwa siswa tersebut telah masuk dalam kelompok yang diprioritaskan menerima bantuan.
Dengan memiliki KIP, peserta didik tercatat sebagai sasaran utama dalam penyaluran PIP secara nasional.
Selain pemegang KIP, peserta didik yang berasal dari keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) juga menjadi prioritas utama penerima manfaat.
PKH merupakan program bantuan sosial berbasis keluarga yang menyasar rumah tangga miskin, sehingga siswa yang berada dalam keluarga PKH otomatis memenuhi syarat untuk menerima PIP.
Hal ini bertujuan memastikan anak-anak dalam kategori miskin atau rentan tidak terhambat dalam mengakses pendidikan yang layak.
Kategori berikutnya adalah peserta didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
KKS merupakan identitas keluarga penerima manfaat bantuan sosial yang terdata secara resmi oleh pemerintah.
Keluarga yang memegang KKS biasanya masuk dalam kelompok kurang mampu, sehingga anak-anak dari keluarga ini menjadi sasaran PIP agar tidak mengalami kesulitan dalam pembiayaan pendidikan.
Tidak hanya berdasarkan kondisi ekonomi, PIP juga menyasar peserta didik yang berada dalam kondisi sosial tertentu.
Salah satu kelompok penting yang masuk dalam syarat penerima adalah anak yatim, piatu, atau yatim piatu, baik yang tinggal bersama keluarga maupun berada di lingkungan sekolah, panti sosial, atau panti asuhan.
Kelompok ini membutuhkan perhatian khusus agar mereka tetap dapat melanjutkan pendidikan tanpa hambatan finansial.
Selain itu, peserta didik yang mengalami kelainan fisik, menjadi korban musibah, atau terkena dampak bencana alam juga dimasukkan dalam prioritas penerima PIP.
Kehilangan tempat tinggal, jatuh sakit, atau mengalami kondisi tubuh tertentu dapat menjadi penghambat keberlanjutan sekolah.
Oleh karena itu, bantuan PIP hadir untuk membantu peserta didik tetap fokus pada pendidikan meski sedang menghadapi situasi sulit.
Pemerintah juga memberi perhatian kepada anak yang orang tuanya mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau tinggal di wilayah yang terdampak konflik sosial.
Kehilangan sumber penghasilan utama dapat membuat keluarga kesulitan membiayai pendidikan.
Dengan adanya PIP, diharapkan beban tersebut dapat berkurang sehingga anak tetap dapat bersekolah tanpa harus berhenti atau mengalami keterlambatan pendidikan.
Secara keseluruhan, syarat penerima PIP dirancang untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan menyentuh kelompok yang selama ini paling membutuhkan dukungan biaya pendidikan.
Dengan memahami seluruh kriteria tersebut, sekolah dan orang tua dapat lebih mudah menentukan apakah peserta didik masuk dalam kategori penerima atau tidak.***











