UMKMJATIM.COM – Membayar iuran BPJS Kesehatan secara rutin setiap bulan merupakan kewajiban semua peserta agar status kepesertaan tetap aktif.
Sayangnya, tidak sedikit orang yang terlambat membayar karena berbagai alasan, seperti lupa jadwal, faktor ekonomi, atau kendala teknis.
Keterlambatan pembayaran tidak hanya membuat layanan kesehatan tidak dapat digunakan, tetapi juga bisa memunculkan kewajiban membayar denda tertentu.
Untuk memahami risiko ini, penting mengetahui aturan terbaru terkait denda BPJS Kesehatan yang berlaku sepanjang tahun 2025.
Pemerintah telah mengatur ketentuan denda melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
Perpres ini menjelaskan bahwa denda tidak otomatis muncul setiap kali peserta telat membayar.
Ada mekanisme khusus yang menentukan kapan denda dikenakan dan berapa besarannya.
Hal ini penting dipahami agar peserta tidak salah mengira bahwa semua keterlambatan langsung dikenai denda finansial.
Mekanisme Denda Pertama: Status Nonaktif Tanpa Denda Langsung
Saat peserta terlambat membayar iuran, sistem BPJS Kesehatan akan menonaktifkan status kepesertaannya secara otomatis.
Dalam kondisi ini, peserta tidak dapat mengakses layanan kesehatan hingga melakukan pelunasan tunggakan.
Meski demikian, keterlambatan ini tidak langsung menyebabkan denda finansial.
Artinya, saat status nonaktif, peserta hanya perlu membayar iuran tertunggak tanpa tambahan biaya denda.
Status aktif kembali setelah seluruh tunggakan dilunasi.
Namun, fase inilah yang menjadi pemicu munculnya denda pada mekanisme selanjutnya, terutama jika peserta membutuhkan layanan rawat inap tidak lama setelah status aktif kembali.
Mekanisme Denda Kedua: Denda Pelayanan untuk Rawat Inap
Denda BPJS Kesehatan baru berlaku apabila peserta memenuhi tiga kondisi berikut secara bersamaan:
Peserta telah melunasi seluruh tunggakan iuran.
Status kepesertaan sudah aktif kembali.
Peserta menjalani rawat inap dalam kurun waktu 45 hari sejak kepesertaan aktif kembali.
Jika ketiga syarat tersebut terpenuhi, barulah denda pelayanan diberlakukan.
Tujuan dari aturan ini adalah mencegah pemanfaatan layanan BPJS secara tidak adil, misalnya hanya membayar ketika sedang membutuhkan rawat inap.
Cara Menghitung Denda BPJS Kesehatan
Perhitungan denda pelayanan diatur jelas dalam Perpres 64/2020. Rumus dasarnya adalah:
Denda = 5% × biaya diagnosa awal rawat inap,
dengan batas maksimal denda Rp30.000.000.
Sebagai ilustrasi:
Jika biaya diagnosa awal rawat inap mencapai Rp5.000.000, maka perhitungannya adalah:
5% × Rp5.000.000 = Rp250.000.
Jumlah inilah yang harus dibayar peserta sebagai denda pelayanan.
Penting dipahami bahwa denda tidak muncul hanya karena peserta telat membayar iuran rutin.
Selama peserta tidak menjalani rawat inap dalam 45 hari setelah status aktif kembali, maka tidak ada denda yang perlu dibayarkan.
Denda BPJS Kesehatan 2025 hanya dikenakan dalam kondisi tertentu yang melibatkan rawat inap setelah reaktivasi kepesertaan.
Besaran dendanya dihitung 5% dari biaya diagnosa awal rawat inap dan dibatasi maksimal Rp30 juta.
Dengan memahami aturan ini, peserta dapat menghindari kesalahan persepsi dan mengelola pembayaran iuran secara lebih disiplin agar layanan BPJS tetap dapat diakses tanpa hambatan.***











