UMKMJATIM.COM – Penetapan Upah Minimum Sektoral atau UMS 2026 menjadi perhatian penting bagi pelaku usaha dan pekerja di berbagai sektor industri.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini tidak diberlakukan secara umum untuk semua jenis usaha, melainkan hanya untuk sektor-sektor tertentu yang memenuhi persyaratan ketat.
Tujuannya adalah menciptakan keadilan upah dengan mempertimbangkan karakteristik dan risiko kerja di masing-masing sektor.
Upah Minimum Sektoral sendiri merupakan standar upah minimum yang nilainya lebih tinggi dibanding Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kabupaten Kota.
Penetapan UMS 2026 dimaksudkan untuk memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja di sektor tertentu yang memiliki beban kerja, tingkat risiko, atau kompleksitas usaha yang lebih tinggi dibanding sektor lainnya.
Salah satu kriteria utama dalam penetapan Upah Minimum Sektoral 2026 berkaitan dengan klasifikasi jenis usaha.
Pemerintah mensyaratkan bahwa sektor yang diusulkan harus termasuk dalam kategori usaha yang tercantum pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI dengan lima digit.
Ketentuan ini bertujuan agar sektor yang diatur memiliki identifikasi usaha yang jelas, spesifik, dan tidak bersifat umum.
Selain itu, sektor yang mengajukan UMS wajib memiliki lebih dari satu perusahaan berskala menengah atau besar.
Hal ini menjadi indikator bahwa sektor tersebut memiliki aktivitas ekonomi yang cukup signifikan dan berkelanjutan.
Keberadaan lebih dari satu perusahaan juga menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak bersifat eksklusif atau hanya menguntungkan pihak tertentu.
Kriteria berikutnya berkaitan dengan tingkat risiko kerja.
Pemerintah menilai bahwa sektor yang memiliki risiko kerja lebih tinggi, baik dari segi keselamatan, kesehatan, maupun tekanan kerja, dapat dipertimbangkan untuk memperoleh Upah Minimum Sektoral.
Perbedaan risiko inilah yang menjadi dasar utama mengapa UMS tidak diberlakukan secara merata di semua bidang usaha.
Di luar persyaratan teknis tersebut, penetapan Upah Minimum Sektoral 2026 juga harus melalui proses dialog dan kesepakatan bersama.
Pemerintah menekankan bahwa UMS hanya dapat ditetapkan apabila terdapat kesepakatan antara organisasi pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh di sektor terkait.
Kesepakatan ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kepentingan kedua belah pihak.
Proses perundingan antara pengusaha dan pekerja dilakukan untuk memastikan bahwa besaran upah yang ditetapkan tetap mempertimbangkan kemampuan dunia usaha sekaligus menjamin kesejahteraan pekerja.
Pemerintah daerah kemudian berperan sebagai fasilitator dan penetap akhir berdasarkan hasil kesepakatan tersebut.
Dengan adanya kriteria yang jelas dan mekanisme yang transparan, penetapan Upah Minimum Sektoral 2026 diharapkan mampu menciptakan iklim ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan.
Pekerja mendapatkan perlindungan upah yang layak sesuai karakteristik sektornya, sementara pengusaha tetap memiliki kepastian hukum dalam menjalankan usaha.
Pemahaman terhadap ketentuan ini menjadi penting bagi seluruh pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait penerapan UMS.
Dengan mengikuti aturan yang berlaku, kebijakan Upah Minimum Sektoral diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.***











