UMKMJATIM.COM – Menjelang perayaan Lebaran Ketupat yang jatuh pada Senin, 7 April 2025, atau tepat sepekan setelah Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah, suasana di Pasar Tradisional Anom Baru Sumenep mulai dipadati oleh para pedagang musiman dan pembeli.
Fenomena ini menjadi pemandangan tahunan yang menandai tradisi masyarakat Sumenep dalam menyambut lebaran kedua, yang dikenal dengan sebutan Lebaran Ketupat.
Sejumlah pedagang musiman, yang berasal dari berbagai desa di sekitar Sumenep, sengaja datang ke pasar tersebut untuk menjajakan dagangan mereka berupa kulit ketupat dan janur.
Kehadiran mereka hanya terjadi dalam waktu singkat, yakni beberapa hari menjelang Lebaran Ketupat.
Momen ini mereka manfaatkan untuk meraup rezeki tambahan dengan menjual perlengkapan khas tradisi lebaran tersebut.
Salah satu pedagang musiman, Hotiyah, mengungkapkan bahwa dirinya telah mulai berjualan sejak dua hari setelah Idulfitri.
Ia menjajakan anyaman ketupat dengan harga bervariasi, tergantung pada jumlah dan kualitasnya.
Harga untuk sepuluh biji kulit ketupat ditawarkan mulai dari Rp10.000. Sementara itu, janur—bahan utama pembuatan ketupat yang belum dianyam—dijual dengan kisaran harga Rp15.000 per bendel.
Hotiyah menjelaskan bahwa aktivitas berdagang kulit ketupat dan janur merupakan tradisi yang dilakukannya setiap tahun menjelang Lebaran Ketupat.
Menurutnya, permintaan akan kulit ketupat meningkat pesat pada masa tersebut karena hampir setiap rumah tangga di Sumenep masih mempertahankan tradisi membuat dan membagikan ketupat kepada keluarga dan tetangga.
Tradisi ini dikenal dengan istilah arebbe atau ater-ater ketupat.
Kegiatan ini menjadi simbol silaturahmi dan saling berbagi dalam masyarakat Madura, khususnya di Sumenep.
Warga biasanya memasak ketupat dalam jumlah banyak, kemudian membagikannya kepada sanak saudara dan tetangga sebagai bentuk ucapan syukur dan kebersamaan.
Nonong, seorang warga dari Desa Pabian, Kecamatan Kota Sumenep, mengatakan bahwa dirinya sengaja datang ke Pasar Anom untuk membeli kulit ketupat sebagai persiapan merayakan Lebaran Ketupat.
Ia menyebutkan bahwa tradisi ater-ater ketupat ini sudah dilakukan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari budaya lokal.
Ketupat tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol ikatan sosial dan kebersamaan di antara warga.
Lebaran Ketupat sendiri menjadi momen yang ditunggu-tunggu setelah hiruk-pikuk Idulfitri.
Tidak hanya sebagai ajang berkumpul dan bersilaturahmi, tetapi juga untuk melanjutkan tradisi yang memperkuat nilai kekeluargaan dan gotong royong.
Perayaan ini biasanya diwarnai dengan hidangan ketupat lengkap bersama lauk-pauk khas Madura seperti opor ayam, sambal goreng, dan sate.
Antusiasme warga dan pedagang yang memadati Pasar Anom menunjukkan bahwa tradisi Lebaran Ketupat masih mengakar kuat di masyarakat.
Meski zaman terus berubah, semangat untuk menjaga dan merayakan warisan budaya tetap hidup di tengah kehidupan modern.
Dengan meningkatnya permintaan akan kulit ketupat dan janur, para pedagang musiman pun mendapat angin segar untuk menambah penghasilan.
Pasar tradisional pun hidup kembali, menjadi pusat interaksi sosial dan ekonomi yang mencerminkan kekayaan budaya lokal.***