UMKMJATIM.COM – Diberitakan bahwa dalam upaya mendukung program swasembada jagung, Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bondowoso,
yang juga membawahi wilayah Situbondo, menyediakan lahan seluas 724 hektare bagi petani di Situbondo.
Lahan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan produksi jagung lokal sekaligus memperkuat ketahanan pangan daerah.
Yayan Harianto, Wakil Kepala Perum Perhutani KPH Bondowoso, menyebutkan bahwa panen raya jagung di lahan tersebut direncanakan akan berlangsung pada April 2025.
Hal ini dikarenakan para petani baru mulai melakukan penanaman pada akhir Desember 2024 hingga Januari 2025.
Menurutnya, persiapan lahan yang matang dan waktu tanam yang tepat menjadi kunci keberhasilan program ini.
Lahan seluas 724 hektare tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Situbondo.
Sebagian besar lahan jagung berada di Kecamatan Arjasa dan Kecamatan Panarukan, sedangkan sebagian kecil lainnya berada di Kecamatan Besuki.
Lahan tersebut dimanfaatkan dengan sistem tanaman di bawah tegakan pohon hutan, yang memungkinkan pemanfaatan lahan secara maksimal tanpa merusak ekosistem hutan.
Selain tanaman jagung, Perhutani KPH Bondowoso juga menyediakan lahan untuk penanaman padi, meski dalam jumlah yang terbatas.
Lahan padi hanya seluas dua hektare dan terletak di Kecamatan Arjasa.
Keterbatasan ini disebabkan oleh kondisi lahan milik Perhutani yang mayoritas berada di lereng perbukitan dan tidak memiliki ketersediaan air yang memadai untuk penanaman padi dalam skala besar.
Petani yang memanfaatkan lahan milik Perhutani ini akan menjalani sistem kerjasama berbasis dana sharing.
Dalam skema ini, 30 persen hasil pertanian akan menjadi bagian Perhutani, sedangkan 70 persen sisanya menjadi hak petani.
Yayan Harianto menjelaskan bahwa sistem bagi hasil ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, sekaligus memberikan kesempatan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Selain itu, terdapat dua jenis pola kerjasama yang ditawarkan oleh Perhutani.
Pola pertama adalah sistem tumpang sari, yaitu penanaman di lahan bekas tebangan tanpa perlu perjanjian kerja sama (PKS) formal.
Dalam sistem ini, petani tidak dikenakan biaya apa pun kepada Perhutani, sehingga memberikan keuntungan lebih besar bagi petani.
Sementara itu, pola kedua adalah penanaman di bawah tegakan pohon, di mana petani diwajibkan untuk membuat PKS dengan Perhutani.
Sistem ini diterapkan untuk menjaga keberlanjutan hutan dan memastikan bahwa penanaman dilakukan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Dengan adanya PKS, diharapkan pengelolaan lahan lebih terarah dan sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan.
Program pemanfaatan lahan Perhutani ini diharapkan tidak hanya berkontribusi pada program swasembada jagung nasional tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian petani di Situbondo.
Dengan skema kerjasama yang adil, petani memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan melalui hasil panen yang melimpah.
Di sisi lain, pemanfaatan lahan di bawah tegakan pohon juga mendukung prinsip-prinsip agroforestry,
di mana kegiatan pertanian dilakukan tanpa mengganggu fungsi hutan sebagai penopang ekosistem.
Sistem ini mampu menjaga keseimbangan lingkungan sekaligus memaksimalkan produktivitas lahan.
Ke depan, Perum Perhutani KPH Bondowoso berencana untuk terus meningkatkan sinergi dengan para petani dan pemerintah daerah dalam mengembangkan program serupa.
Tidak menutup kemungkinan jenis komoditas lain juga akan dikembangkan, sesuai dengan potensi dan kebutuhan pasar.
Melalui program ini, diharapkan Kabupaten Situbondo tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan jagung di wilayahnya sendiri tetapi juga dapat menjadi salah satu pemasok utama jagung untuk daerah lain.
Dengan demikian, program ini dapat menjadi contoh sukses pemanfaatan lahan hutan untuk mendukung ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.***