UMKMJATIM.COM – Disebutkan, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, usaha pembuatan kue Satru di Kecamatan Maesan, Bondowoso, mengalami lonjakan pesanan.
Salah satu rumah produksi kue ini berlokasi di Desa Maesan dan dikelola oleh Heni Nurhidayati.
Ia mengungkapkan bahwa produksi dalam jumlah besar hanya dilakukan selama bulan Ramadan, sedangkan di luar bulan tersebut, kue Satru hanya dibuat berdasarkan pesanan.
Selama Ramadan, Heni tidak menjual produknya secara langsung, melainkan melalui jaringan reseller yang tersebar di berbagai kota.
Beberapa wilayah yang menjadi tujuan distribusi kue Satru buatannya antara lain Jember, Situbondo, Surabaya, serta Bondowoso dan sekitarnya.
Ia menyebutkan bahwa setiap bulan puasa, produksi kue Satru di tempatnya meningkat pesat.
Pada Ramadan kali ini, ia menggunakan sekitar 40 kilogram tepung dalam sehari, yang menghasilkan lebih dari 50 kilogram kue Satru.
Harga kue Satru yang ia jual bervariasi, tergantung pada bentuknya.
Kue Satru berbentuk kerang dibanderol dengan harga Rp52.000 per kilogram, sedangkan versi bulat dijual sedikit lebih murah, yaitu Rp50.000 per kilogram.
Tingginya permintaan membuat stok kue Satru di tempatnya cepat habis.
Dalam menjalankan usaha ini, Heni tidak mempekerjakan tenaga kerja dari luar. Seluruh proses produksi dikelola oleh anggota keluarganya sendiri.
Naina, salah satu anggota keluarga yang terlibat dalam usaha ini, menjelaskan bahwa resep pembuatan kue Satru yang mereka gunakan merupakan warisan turun-temurun dari orang tua mereka sejak tahun 1975.
Meskipun bahan-bahan yang digunakan tidak jauh berbeda dari kue Satru pada umumnya, seperti tepung kacang hijau, gula alami, vanili, dan susu, ada satu hal yang membuatnya istimewa.
Ia menegaskan bahwa perbedaan utama terletak pada takaran bahan yang digunakan, yang menjadi rahasia keluarga mereka.
Proses pembuatan kue Satru ini juga tidak jauh berbeda dari cara tradisional. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyangrai kacang hijau hingga matang.
Setelah itu, kacang hijau diselep atau digiling hingga menjadi tepung halus. Selanjutnya, tepung tersebut dicampur dengan gula, susu, dan vanili hingga merata.
Setelah adonan siap, tahap berikutnya adalah mencetaknya sesuai bentuk yang diinginkan, lalu memanggangnya di oven dengan suhu yang tepat hingga kue matang dengan sempurna.
Meskipun usaha ini telah berjalan selama beberapa dekade, Naina mengungkapkan bahwa mereka belum pernah menerima bantuan dari pemerintah.
Padahal, menurutnya, dukungan dalam bentuk peralatan seperti oven dan kompor sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mempercepat proses pembuatan kue.
Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap kue Satru khas Maesan ini, usaha yang dikelola oleh keluarga Heni terus berkembang.
Kelezatan dan keunikan cita rasanya yang dijaga secara turun-temurun menjadikannya salah satu camilan favorit di momen menjelang Lebaran.***