UMKMJATIM.COM – Kenaikan harga tomat di Ponorogo yang terjadi sejak beberapa hari terakhir membuat para pedagang dan konsumen di Pasar Legi kelimpungan.
Untuk harga tomat per Senin (23/6/2025), melonjak drastis dari sebelumnya fi harga Rp5.000 menjadi Rp28.000 per kilogram.
Kenaikan ini menjadi yang tertinggi sepanjang bulan Juni dan menimbulkan dampak signifikan, terutama bagi pelaku usaha makanan.
Efi Anggraini, seorang pedagang tomat di Pasar Legi Ponorogo, mengungkapkan bahwa lonjakan harga tersebut sudah mulai terasa sejak empat hari lalu.
Menurutnya, penyebab utama kenaikan harga tomat adalah faktor cuaca buruk yang berdampak pada kualitas buah.
Akibatnya, banyak buah yang busuk atau tidak layak jual, sehingga pasokan ke pasar menurun drastis.
Selain kondisi cuaca, ia juga menyebut bahwa aksi demonstrasi di beberapa wilayah turut memperparah distribusi logistik.
Akibatnya, stok tomat dari daerah pemasok seperti Magetan, Nganjuk, dan sekitarnya menjadi terbatas dan tidak mencukupi permintaan pasar.
“Biasanya pelanggan membeli satu kilogram tomat, tapi sekarang hanya dapat tiga buah seharga Rp5.000. Mereka banyak yang mengeluh karena harga naik sampai Rp28.000 per kilogram,” jelas Efi.
Ia menambahkan bahwa tomat ukuran kecil yang dijual seharga Rp25.000 per kilogram kini menjadi pilihan alternatif bagi sebagian pelanggan, terutama pelaku usaha kuliner.
Kalangan usaha kecil seperti penjual penyetan sangat terdampak oleh lonjakan harga ini.
Banyak dari mereka yang terpaksa membeli tomat dengan kualitas lebih rendah atau dalam jumlah terbatas demi menghemat biaya produksi.
Namun demikian, permintaan tomat sebagai bahan dasar sambal tetap tinggi.
Salah satu pelaku usaha warung makan, Sumiati, mengaku harus tetap membeli tomat meski harganya naik tajam.
Ia mengatakan bahwa dalam kondisi normal, ia membeli satu kilogram tomat setiap hari. Namun kali ini, ia hanya mampu membeli setengah kilogram untuk kebutuhan warungnya.
“Sekarang tomat harganya mahal, Rp28.000 per kilogram. Meski begitu, saya tetap beli karena sambal harus tetap ada. Kalau sambalnya dikurangi, nanti pelanggan bisa kabur,” kata Sumiati.
Ia memilih tidak mengurangi porsi sambal meskipun biaya produksinya meningkat, karena menjaga kepuasan pelanggan menjadi prioritas.
Kenaikan harga tomat ini juga menjadi perhatian konsumen rumah tangga, yang terpaksa menyesuaikan pembelian mereka.
Tak sedikit dari mereka yang berharap harga bisa segera stabil agar tidak terlalu membebani pengeluaran harian.
Fenomena melonjaknya harga tomat ini menjadi bukti betapa rentannya pasokan pangan terhadap kondisi cuaca dan gangguan distribusi.
Pedagang dan pelaku usaha berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok, termasuk memperlancar distribusi logistik dari sentra produksi ke pasar tradisional.***