UMKMJATIM.COM – Penerapan kebijakan kenaikan pajak sebesar 10 persen yang mulai berlaku tahun 2025 menjadi sorotan serius di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya di Kota Malang.
Banyak pelaku usaha lokal menyuarakan keresahan karena kebijakan ini dianggap dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di level bawah.
Salah satu suara kritis datang dari Siktarina Arum Wydianti, S.E., seorang mentor dari komunitas Malang Jejeg Community (MJC) sekaligus pelaku UMKM di sektor ekonomi kreatif.
Ia menyampaikan bahwa kenaikan pajak sebesar 10 persen sangat dirasakan dampaknya, terutama oleh pelaku usaha rumahan yang masih bertahan di tengah ketatnya persaingan pasar dan fluktuasi harga bahan baku.
Siktarina menilai bahwa situasi ekonomi saat ini cukup menantang.
Banyak pelaku UMKM tengah berupaya menjaga keberlangsungan produksi dan mempertahankan daya beli konsumen.
Dalam pandangannya, jika pajak dinaikkan secara merata tanpa melihat skala usaha, maka harga jual produk UMKM bisa terdongkrak naik dan berdampak pada penurunan minat beli dari masyarakat.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar pemerintah bisa lebih bijak dalam mengimplementasikan kebijakan perpajakan.
Menurutnya, UMKM dengan pendapatan terbatas seharusnya diberikan perlakuan khusus, baik dalam bentuk pengurangan tarif pajak atau skema pengecualian.
Hal ini penting untuk menjamin keberlanjutan sektor UMKM yang selama ini dikenal sebagai pilar utama dalam mendorong roda ekonomi lokal.
Siktarina juga menyoroti pentingnya pendampingan langsung dari pemerintah.
Ia menyebutkan bahwa pelaku usaha kecil tidak hanya membutuhkan kebijakan fiskal yang adil, tetapi juga bimbingan terkait pengelolaan keuangan, digitalisasi pemasaran, hingga inovasi produk.
Dengan begitu, UMKM tidak hanya bertahan, tetapi juga memiliki potensi untuk tumbuh secara berkelanjutan.
“Jika pajak dinaikkan tanpa dibarengi fasilitas atau edukasi yang memadai, maka UMKM bisa kehilangan daya saing,” ucapnya dalam sesi wawancara pada Rabu, 18 Juni 2025.
Ia juga menekankan bahwa UMKM memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian daerah, termasuk penyerapan tenaga kerja informal.
Oleh karena itu, kebijakan perpajakan seharusnya dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku usaha kecil dan menengah yang belum memiliki kapasitas besar dalam manajemen usaha.
Permintaan untuk mengkaji ulang kebijakan ini pun menguat. Banyak pihak berharap pemerintah lebih berpihak pada sektor UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan.***