UMKMJATIM.COM – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Timur mengambil langkah konkret untuk memperkuat perlindungan hukum atas merek dan indikasi geografis (IG) di Indonesia.
Dalam Konsultasi Publik Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang digelar pada Rabu, 23 Juli 2025,
pihak Kanwil sendiri memberikan dorongan agar regulasi tersebut segera bisa direvisi supaya lebih adaptif terhadap dinamika zaman serta kebutuhan para pelaku usaha, khususnya UMKM.
Acara yang berlangsung di Aula Kanwil Kemenkumham Jatim tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Kepala Pusat Pemantauan, Peninjauan, dan Pembangunan Hukum Nasional dari BPHN, Rahendro Jati, Kepala Kanwil Kemenkumham Jatim, Haris Sukamto,
para akademisi, kemudian praktisi hukum,juga konsultan kekayaan intelektual, hingga para pelaku usaha lintas sektor.
Dalam penjelasannya tersebut, Haris Sukamto mengatakan bahwa merek dan indikasi geografis tidak sekadar simbol atau nama dagang,
melainkan bagian penting dari identitas komersial yang menjadi representasi kualitas serta keaslian sebuah produk di mata konsumen.
Menurutnya, keberadaan regulasi yang responsif terhadap perlindungan merek dan IG menjadi kunci agar produk lokal mampu bersaing di pasar nasional maupun global.
Haris juga menjelaskan bahwa melalui forum konsultasi publik ini, Kanwil ingin menggali secara langsung masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
Tujuannya adalah agar penyusunan revisi UU bisa menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran, efektif, serta mampu menjawab kebutuhan dunia usaha yang terus berkembang pesat.
Dalam forum tersebut, Kanwil Kemenkumham Jatim mengusulkan tiga poin penting yang dinilai perlu masuk dalam revisi UU No. 20 Tahun 2016.
Pertama, adanya penegasan bahwa merek harus menjadi syarat utama dalam validasi identitas komersial, yang disebut sebagai penerapan Single Identity Policy.
Kedua, usulan mengenai penguatan peran Kantor Wilayah dalam tahap pemeriksaan formalitas permohonan merek.
Ketiga, reformasi prosedur pemeriksaan indikasi geografis agar memiliki standar operasional yang seragam dan transparan.
Haris menjelaskan bahwa ketiga usulan tersebut memiliki benang merah dalam upaya mempersingkat birokrasi yang selama ini dirasa berbelit, serta menciptakan kemudahan akses bagi pelaku UMKM dalam proses pendaftaran merek dan IG.
Ia menambahkan bahwa Jawa Timur memiliki potensi besar dari sisi indikasi geografis yang belum tergarap optimal, mulai dari produk kopi, garam, batik khas daerah, hingga komoditas alam lainnya.
Menurutnya, semua kekayaan lokal itu membutuhkan perlindungan hukum yang memadai serta prosedur administrasi yang efisien.
Konsultasi publik ini turut melibatkan berbagai kalangan, termasuk perwakilan kementerian, pejabat daerah,
Hakim dari Pengadilan Niaga Surabaya, akademisi dari Universitas Airlangga, hingga asosiasi pelaku usaha.
Kolaborasi multipihak ini dimaksudkan agar proses revisi UU tidak hanya berpihak dari sisi regulatif, tetapi juga mempertimbangkan realitas di lapangan yang dihadapi oleh para pelaku ekonomi.
Para peserta forum menyambut baik wacana revisi tersebut dan berharap agar penyusunan regulasi tidak berhenti di tingkat pusat saja, melainkan melibatkan peran aktif Kanwil dalam implementasi kebijakan di daerah.
Beberapa praktisi kekayaan intelektual menilai, penyederhanaan alur pendaftaran serta pelibatan Kanwil dalam tahap awal sangat membantu mempercepat proses legalisasi, terutama bagi UMKM yang terkendala sumber daya dan informasi.
Haris Sukamto mengungkapkan harapannya bahwa konsultasi publik ini bisa menghasilkan masukan konkret untuk mendukung proses penyusunan revisi UU Merek dan IG.
Menurutnya, regulasi yang kuat akan menciptakan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Ia juga menekankan bahwa perlindungan terhadap merek dan IG bukan hanya soal pengakuan hukum, tetapi juga bagian dari strategi besar untuk mengangkat daya saing produk lokal.
Melalui sistem hukum yang profesional, adil, dan adaptif, potensi ekonomi daerah diyakini akan lebih mudah berkembang secara berkelanjutan.
Di akhir acara, semua pihak yang hadir sepakat bahwa pembaruan regulasi dalam bidang kekayaan intelektual menjadi kebutuhan mendesak di tengah era persaingan global dan pertumbuhan ekonomi digital yang semakin cepat.
Revisi terhadap UU Merek dan IG diharapkan dapat menciptakan sistem perlindungan hukum yang lebih inklusif dan mendukung transformasi ekonomi berbasis inovasi.***