Amandemen UUD 1945 memicu perdebatan seputar posisi koperasi dalam konstitusi. Penghapusan penjelasan Pasal 33 yang secara eksplisit menyebut koperasi menimbulkan pertanyaan: apakah koperasi kehilangan landasan konstitusionalnya?
Meskipun penyebutan eksplisit hilang, prinsip “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” dalam Pasal 33 ayat (1) tetap relevan sebagai fondasi utama pengembangan koperasi di Indonesia. Pertanyaan ini penting untuk memahami masa depan gerakan koperasi.
Tanpa Penyebutan Eksplisit, Prinsip Usaha Bersama dan Asas Kekeluargaan Tetap Menjadi Landasan Utama Koperasi
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,” tetap menjadi landasan kuat. Koperasi, dengan nilai-nilai intrinsiknya, merupakan perwujudan nyata dari prinsip ini, bahkan tanpa disebut secara eksplisit.
Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 sebagai Fondasi yang Abadi
Prinsip “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” merupakan inti dari sistem ekonomi Indonesia. Koperasi, dengan kepemilikan dan pengoperasian oleh anggota untuk kepentingan bersama, serta pembagian keuntungan berdasarkan partisipasi, mencerminkan “usaha bersama”.
Sistem satu orang satu suara dalam koperasi memastikan kesetaraan dan partisipasi semua anggota dalam pengambilan keputusan. Ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi yang berpusat pada akumulasi modal individu atau kelompok kecil.
Analisis Lebih Dalam Prinsip Usaha Bersama
- Karakteristik Koperasi: Koperasi menekankan kolaborasi, solidaritas, dan gotong royong. Modal berasal dari anggota dan dikelola bersama. Pembagian surplus (SHU) didasarkan pada kontribusi anggota, bukan hanya kepemilikan modal.
- Relevansi dengan Pasal 33: Ini sejalan dengan “usaha bersama” yang mendorong kerja sama dan keadilan ekonomi, bukan hanya keuntungan individu.
Analisis Lebih Dalam Asas Kekeluargaan
- Karakteristik Koperasi: Asas kekeluargaan dalam koperasi menciptakan iklim ekonomi humanis. Anggota dianggap sebagai keluarga besar, saling membantu dan menghargai, mengutamakan kepentingan bersama.
- Relevansi dengan Pasal 33: Asas ini memandu semua aspek koperasi, dari pendirian hingga pembagian hasil. Tujuannya bukan hanya profit, tetapi juga kesejahteraan bersama dan keadilan sosial.
Argumentasi Kuat untuk Koperasi sebagai Pilar Ekonomi Nasional
Interpretasi historis dan filosofis UUD 1945 menunjukkan bahwa para pendiri bangsa memandang koperasi sebagai wujud konkret sistem ekonomi kekeluargaan. Penghapusan penjelasan Pasal 33 bertujuan merapikan teks, bukan meniadakan peran koperasi.
Pasal 33 ayat (4) menegaskan “demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan…” Prinsip-prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai inti koperasi, memperkuat posisinya sebagai bentuk ideal demokrasi ekonomi yang adil.
Undang-Undang Perkoperasian selalu menjadikan Pasal 33 UUD 1945 sebagai dasar filosofis dan yuridis. Ini menunjukkan pengakuan negara atas peran vital koperasi dalam sistem ekonomi nasional.
Tidak ada bentuk badan usaha lain yang sepenuhnya merepresentasikan “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan” seperti koperasi. PT berorientasi pada profit pemegang saham, sementara BUMN berfokus pada kepentingan negara. Koperasi mengisi ruang unik ini.
Kesimpulannya, meskipun “koperasi” tidak lagi disebutkan eksplisit, prinsip usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam Pasal 33 ayat (1) dan (4) UUD 1945 tetap menjadi landasan kokoh bagi pengembangan koperasi di Indonesia. Koperasi adalah manifestasi nyata cita-cita ekonomi konstitusional kita.
Perlu diingat, bahwa keberhasilan koperasi juga bergantung pada manajemen yang baik, adaptasi terhadap perkembangan zaman, serta dukungan pemerintah dan masyarakat.
Disclaimer: Jawaban di atas merupakan referensi dan bukan jawaban mutlak.