UMKMJATIM.COM – Momentum Hari Pangan Sedunia 2025, yang diperingati setiap 16 Oktober, menjadi refleksi penting bagi kondisi ketahanan pangan di Indonesia.
Di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Jombang, Jawa Timur, isu tentang kemandirian dan kesejahteraan petani kembali mencuat ke permukaan.
Para pelaku sektor pertanian menilai bahwa komitmen pemerintah dalam mencapai swasembada pangan masih perlu diperkuat dengan kebijakan yang benar-benar berpihak pada petani kecil.
Yusuf, seorang petani asal Kecamatan Diwek, mengungkapkan bahwa kondisi petani saat ini masih dihadapkan pada berbagai persoalan mendasar.
Menurutnya, swasembada pangan akan sulit dicapai jika kebutuhan pokok petani tidak terpenuhi secara merata.
Ia menilai bahwa persoalan klasik seperti kelangkaan pupuk bersubsidi dan fluktuasi harga gabah masih menjadi hambatan utama bagi para petani di lapangan.
Yusuf menuturkan bahwa harga hasil panen kerap tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.
Dalam kondisi seperti ini, ia berharap pemerintah dapat menghadirkan solusi konkret yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan petani.
Ia menekankan bahwa kebijakan yang berpihak pada petani harus mencakup ketersediaan sarana produksi, jaminan harga yang stabil, serta kemudahan akses terhadap bantuan permodalan.
Di sisi lain, Winarko — seorang aktivis buruh asal Jombang — turut menyoroti bahwa permasalahan kesejahteraan petani masih menjadi akar ketimpangan dalam sistem pangan nasional.
Menurutnya, petani seharusnya mendapatkan jaminan ekonomi dan sosial yang lebih kuat, mengingat mereka merupakan tulang punggung dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia.
Ia berpendapat bahwa kebijakan pemerintah harus berfokus pada stabilisasi harga hasil pertanian, perluasan akses lahan, serta kemudahan memperoleh modal usaha tani.
Dengan langkah-langkah tersebut, kesejahteraan petani dapat meningkat, sekaligus memperkuat pondasi bagi terwujudnya swasembada pangan yang berkeadilan.
Lebih lanjut, Winarko menekankan bahwa swasembada pangan tidak seharusnya hanya dimaknai sebagai pencapaian angka produksi yang tinggi.
Ia menilai bahwa kemandirian pangan sejati adalah ketika petani hidup sejahtera, mampu mengelola sumber daya alamnya dengan berkelanjutan, dan tidak lagi bergantung pada impor bahan pangan dari luar negeri.
Peringatan Hari Pangan Sedunia di tahun 2025 ini dianggap sebagai waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mengevaluasi arah kebijakan pangan nasional.
Baik petani maupun aktivis mengharapkan agar kebijakan yang dibuat tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan mendasar pelaku utama sektor pertanian.
Dengan memperhatikan kesejahteraan petani secara serius, diharapkan Indonesia dapat memperkuat kemandirian pangan sekaligus menjaga stabilitas ekonomi di tingkat daerah.
Momentum ini menjadi pengingat bahwa ketahanan pangan tidak akan tercapai tanpa kesejahteraan petani sebagai garda terdepan produksi pangan nasional.***