UMKMJATIM.COM – Berdasarkan laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Sumenep mengalami inflasi tahunan (year-on-year/y-o-y) sebesar 0,19 persen pada Februari 2025.
Meski demikian, secara bulanan (month-to-month/m-t-m), daerah ini justru mencatatkan deflasi sebesar 0,17 persen. Indeks harga konsumen (IHK) tercatat berada pada angka 108,53 persen.
Kepala BPS Sumenep, Joko Santoso, mengungkapkan bahwa inflasi tahunan ini dipengaruhi oleh beberapa kelompok komoditas utama.
Salah satu yang memberikan kontribusi terbesar adalah kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya, yang mengalami kenaikan hingga 12,72 persen.
Di dalam kelompok ini, perhiasan emas tercatat memberikan andil sebesar 1,04 persen terhadap inflasi dibandingkan dengan komoditas lainnya.
Selain itu, sektor penyedia makanan dan minuman atau restoran juga mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan.
Kontribusi sektor ini terhadap inflasi tahunan tercatat mencapai 2,37 persen.
Di sisi lain, meskipun terdapat kenaikan pada beberapa kelompok komoditas, ada juga sektor yang mengalami penurunan harga cukup besar.
Kelompok yang mencatat penurunan tertinggi adalah sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan angka penurunan mencapai 19,21 persen.
Faktor utama yang menyebabkan penurunan ini adalah adanya diskon tarif listrik, baik untuk pelanggan pascabayar maupun prabayar.
Lebih lanjut, Joko Santoso menjelaskan bahwa inflasi yang ideal adalah yang berada dalam kisaran target yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 2,5 persen dengan toleransi lebih kurang 1 persen.
Namun, inflasi tahunan di Kabupaten Sumenep tercatat masih berada di bawah target tersebut, yakni hanya sebesar 0,19 persen.
Data ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi kenaikan harga pada beberapa sektor, tekanan inflasi di Kabupaten Sumenep masih relatif terkendali.
Sementara itu, adanya deflasi bulanan menunjukkan bahwa beberapa komoditas mengalami penurunan harga dalam waktu dekat, yang dapat berdampak pada daya beli masyarakat dan keseimbangan ekonomi daerah.
Dengan kondisi ini, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan perlu mencermati faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pergerakan harga.
Langkah-langkah strategis mungkin diperlukan untuk menjaga stabilitas harga, terutama pada sektor yang mengalami lonjakan signifikan.
Selain itu, perlu ada evaluasi terhadap dampak kebijakan subsidi atau insentif seperti diskon tarif listrik yang dapat memengaruhi tingkat inflasi secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, meskipun inflasi tahunan di Sumenep masih dalam angka yang relatif rendah, dinamika harga di berbagai sektor perlu terus dipantau agar dapat menjaga keseimbangan ekonomi daerah dan memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.***