UMKMJATIM.COM – Diberitakan bahwa untuk musim produksi garam di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, hingga akhir bulan Mei 2025 masih belum dimulai.
Hal ini disebabkan oleh anomali cuaca yang terus berlangsung, di mana intensitas hujan yang tinggi membuat para petambak garam tidak dapat memulai proses produksi seperti biasanya.
Sebagaimana diketahui, proses produksi garam sangat bergantung pada cuaca cerah dan panas matahari yang optimal.
Dalam kondisi normal, para petambak sudah memulai proses produksi sejak bulan Mei.
Namun, cuaca yang tak menentu dan masih seringnya hujan turun di wilayah Pamekasan menjadi kendala utama bagi petambak garam untuk mengolah lahan mereka.
Salah seorang petambak dari Desa Bunder, Kecamatan Pademawu, bernama Supriyadi, menjelaskan bahwa pada umumnya, masa produksi garam dimulai di pertengahan atau akhir Mei.
Namun karena curah hujan masih cukup tinggi, dirinya bersama petambak lain belum bisa memulai aktivitas tersebut.
Ia memperkirakan bahwa proses produksi kemungkinan besar baru bisa dimulai pada bulan Juli jika kondisi cuaca mulai stabil dan panas mulai mendominasi.
Supriyadi menambahkan, saat ini sebagian besar petambak garam di wilayahnya memilih untuk melakukan kegiatan pemeliharaan tambak, seperti perbaikan tanggul dan saluran air, sambil menunggu cuaca benar-benar mendukung.
Langkah ini dilakukan agar ketika cuaca membaik, mereka bisa langsung memulai proses produksi tanpa harus melakukan banyak perbaikan terlebih dahulu.
Hal seperti ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para petambak.
Selain harus menunda produksi, mereka juga berisiko mengalami kerugian finansial akibat mundurnya masa panen.
Beberapa petambak bahkan khawatir bahwa musim garam tahun ini akan lebih pendek dari biasanya, sehingga jumlah produksi garam bisa menurun secara signifikan.
Sebagai informasi, wilayah Pamekasan dikenal sebagai salah satu sentra produksi garam rakyat di Pulau Madura.
Setiap tahun, ribuan ton garam diproduksi dari lahan tambak rakyat yang tersebar di berbagai kecamatan, termasuk Pademawu, Galis, dan Tlanakan.
Oleh karena itu, gangguan produksi garam akibat cuaca tidak hanya berdampak pada ekonomi petambak, tetapi juga bisa mempengaruhi distribusi garam secara nasional.
Selain gangguan produksi, cuaca tak menentu juga berpotensi mempengaruhi kualitas garam yang dihasilkan.
Produksi yang dipaksakan di tengah kondisi cuaca yang belum ideal bisa menyebabkan garam memiliki kadar air tinggi, sehingga nilai jualnya menurun.
Oleh sebab itu, para petambak memilih untuk menunggu kondisi yang benar-benar stabil guna memastikan bahwa garam yang diproduksi nantinya memiliki kualitas terbaik dan tentunya bisa dijual dengan harga yang layak di pasaran.***