Predatory pricing, praktik penetapan harga jual barang atau jasa jauh di bawah biaya produksi, merupakan strategi bisnis agresif yang bertujuan menyingkirkan pesaing. Praktik ini dilarang keras karena dampak negatifnya terhadap pasar dan konsumen. Di Indonesia, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pada tahun 2021, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi kepada beberapa perusahaan e-commerce di Indonesia karena diduga melakukan predatory pricing. Kasus ini menjadi sorotan pentingnya pemahaman tentang strategi bisnis yang merusak persaingan sehat. Penetapan harga yang sangat rendah, bahkan di bawah biaya produksi atau biaya variabel rata-rata, menjadi ciri khas predatory pricing. Tujuan utama dari praktik ini adalah mematikan pesaing, lalu menaikkan harga kembali setelah mencapai dominasi pasar.
Ciri-Ciri Predatory Pricing
Beberapa ciri utama predatory pricing perlu dipahami untuk mengidentifikasi praktik ini. Pertama, harga jual harus lebih rendah dari biaya rata-rata variabel atau biaya total rata-rata produksi. Kedua, harus ada niat yang jelas untuk mengusir pesaing dari pasar. Bukti niat ini seringkali sulit ditemukan, dan menjadi tantangan dalam penyelidikan kasus predatory pricing.
Ketiga, pelaku usaha harus memiliki potensi untuk menaikkan harga kembali setelah berhasil menyingkirkan pesaing. Kemampuan ini menunjukkan adanya perencanaan jangka panjang untuk mengambil keuntungan monopoli setelah berhasil menguasai pasar. Tanpa kemampuan ini, penetapan harga rendah hanya dianggap sebagai persaingan harga biasa, bukan predatory pricing.
Mengapa Predatory Pricing Dilarang?
Predatory pricing dilarang karena bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Praktik ini menimbulkan dampak negatif serius bagi pasar dan konsumen. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara tegas melarang praktik ini, meskipun istilah “predatory pricing” tidak disebutkan secara eksplisit.
Praktik ini termasuk dalam kategori larangan penetapan harga di bawah biaya produksi atau penetapan harga secara diskriminatif yang bertujuan menghalangi persaingan. UU tersebut melindungi konsumen dan memastikan pasar yang kompetitif dan efisien. Pelaku usaha harus bersaing secara sehat, bukan dengan cara yang merugikan pihak lain.
Pasal-Pasal Relevan dalam UU No. 5 Tahun 1999
Beberapa pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat digunakan untuk menjerat pelaku predatory pricing. Pasal 6 melarang perjanjian yang mengakibatkan pelaku usaha tidak membeli barang atau jasa tertentu, mencegah upaya menghilangkan persaingan. Pasal 7 melarang penguasaan produksi atau pemasaran yang mengakibatkan monopoli atau persaingan tidak sehat.
Pasal 20 (Persaingan Tidak Sehat) mengatur larangan kegiatan yang bertujuan menghalangi pesaing memasuki pasar atau menghalangi persaingan usaha. Predatory pricing jelas termasuk dalam kategori ini. Pasal 25 (Penyalahgunaan Posisi Dominan) melarang pelaku usaha yang dominan menyalahgunakan posisinya untuk membatasi pasar, menghambat teknologi, atau merugikan konsumen. Menjual di bawah biaya untuk menyingkirkan pesaing merupakan bentuk penyalahgunaan yang jelas.
Dampak Negatif Predatory Pricing
Predatory pricing menciptakan monopoli atau oligopoli, karena tujuan utamanya adalah menyingkirkan pesaing. Hal ini bertentangan dengan tujuan UU No. 5 Tahun 1999 yang mencegah praktik monopoli. Konsumen mungkin menikmati harga murah sementara, tetapi jangka panjang akan dirugikan karena harga akan naik setelah pesaing tersingkir dan pilihan produk berkurang.
Inovasi juga terhambat karena tanpa tekanan persaingan, pelaku usaha yang dominan tidak terdorong untuk berinovasi. Efisiensi pasar terganggu karena perusahaan efisien bisa gulung tikar karena tidak mampu bersaing dalam perang harga yang tidak sehat. UMKM sangat rentan dan bisa terdampak paling besar karena terbatasnya modal dan skala ekonomi.
Kesimpulannya, predatory pricing merupakan ancaman serius bagi ekosistem bisnis dan konsumen. Regulasi seperti UU No. 5 Tahun 1999 berperan penting dalam menjaga persaingan yang sehat dan melindungi pelaku usaha kecil serta kepentingan konsumen. Penting bagi semua pihak untuk memahami dan mencegah praktik ini.